Sari Purwati, Direktur Klik Madura
————–
Oleh-oleh perjalanan Malaysia-Singapura Part (3)
HANYA tiga hari tiga malam saya di Malaysia, itu pun tidak sepenuhnya mengeksplor wisata yang banyak direkomendasikan di media sosial. Terasa aneh memang, tapi jujur saya ingin tahu rasanya menjadi warga di negara Upin Ipin yang tersohor sekali di negara saya.
Saat ditanya apakah punya itinerary ketika terbang ke Malaysia oleh petugas imigrasi di Bandara Juanda Surabaya, saya jawab tidak. Petugas imigrasi seperti aneh karena saya sendirian dan langsung meminta bukti booking hotel dan tiket kepulangan saya ke Indonesia.
Mungkin saya berwajah TKW, jadi dia khawatir saya tidak balik ke Indonesia, setelah melihat bukti booking hotel dan pesawat kepulangan kemudian dia balik bertanya. Ibu bekerja sebagai apa? saya jawab, Jurnalis.
Kemudian tidak ada pertanyaan lanjutan, mungkin karena dia khawatir saya balik wawancara, hahaha (ini tidak serius kok).
Berdasarkan data indonesia.id per Maret 2024 tentang tenaga kerja, Malaysia menjadi negera ke tiga terbanyak jujugan TKI setelah Hongkong dan Taiwan.
Pantas jika sinisme petugas kita dan petugas di KLIA Malaysia begitu kuat karena selain ada yang legal banyak juga yang memilih jalur ilegal dalam mencari ringgit Malaysia. Sinisme ini lumrah, kaitannya dengan mindset yang terbentuk.
Tapi kali ini saya tidak sedang membahas itu. Banyak hal positif sebagai culture shock yang saya temui di Kuala Lumpur selain tentang tenaga kerja kita. Salah satunya adalah sampah. Iya, sampah.
Barangkali ada yang menonton podcast saya bersama ibu Masrukin, Pj Ketua PKK Kabupaten Pamekasan yang menyoroti tentang kebersihan kota Pamekasan.
Dengan santai saya mengatakan, seharusnya Pemerintah Kabupaten Pamekasan yang menyediakan tempat sampah agar mudah dijangkau oleh masyarakat demi menghindari kebiasaan buang sampah.
Dan, ternyata mindset saya kacau dan perlu dibenahi atas kritik pedas itu. Sebab, di Malaysia tidak banyak tempat sampah yang bisa saya temui, tapi sungguh mencari sampah plastik botol misalnya itu sulit sekali.
Wait, jangan berpikir karena mereka sudah menerapkan kebijakan mengurangi penggunaan kantong plastik seperti yang diterapkan di Surabaya melalui Peraturan Wali Kota (Perwali) Nomor 16 tahun 2022.
Semua makanan yang dijual di mall maupun di teras mall masih pakai plastik, masih pakai gelas plastik, masih pakai kantong kertas, atau box yang masih berpotensi jadi sampah dan dibuang sembarangan.
Tapi serius, tidak ada sampah yang mudah ditemui di depan mata saya. Bahkan dengan mata kepala saya sendiri pernah melihat ada wisatawan yang setelah menuntaskan makanan ringan, plastik sampahnya dimasukkan di tas yang dia bawa. Amazing banget, ini bukan soal lingkungan yang mendukung tapi tentang mindset.
Long short story, banyak banget mindset yang perlu saya benahi dengan hanya tinggal tiga hari di Kuala Lumpur. Hal sepele di antaranya, rata rata semua orang tertib antre di MRT, tidak ada desak-desakan atau saling mendahului.
Kebanyakan mereka cuek dengan sekitar, tapi saat dimintai tolong masih bisa ramah membantu dan satu lagi soal pengemis jalanan. Di Kuala Lumpur bukan tidak ada pengemis, hanya mereka terlihat lebih rapi dan sopan saat meminta, sehingga tidak dianggap kumuh dan mengganggu kenyamanan wisatawan di kota besar tersebut.
Sopan? seperti apa? salah satunya adalah mereka tidak akan menengadahkan tangan meminta ringgit pada orang lain sebelum melakukan aye contact. Sementara di Madura? ya sudahlah, ini tidak usah dibahas dan tidak perlu dipelajari juga, hahaa.
Sebelum saya membuat tulisan kejutan di Negara Singapore. Next, kita akan bahas, Better Solo Travelling atau ikut rombongan travel buat ke Malaysia? Ini buat kaum mendang-mending ya, jadi harus baca dengan serius nanti. (*)
Nantikan tulisan saya selanjutnya.. hanya di Klik Madura, portal informasi terlengkap seputar Madura.. hahaha…