Pamekasan Masih Menyala

Avatar

- Jurnalis

Sabtu, 6 Juli 2024

facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

*SARI PURWATI, Direktur Klik Madura

DUA hari lalu saya bertemu tanpa sengaja dengan salah satu wisatawan asing di Pamekasan. Tepatnya, di destinasi wisata Api Tak Kunjung Padam. Namanya Yeonsil, seorang traveller sekaligus youtuber dari Korea.

Menarik perhatian saya karena dia sendirian atau biasa disebut solo treveller. Datang khusus ke Pamekasan, Madura tanpa ditemani siapa-siapa. Ada dorongan yang sangat kuat hingga perempuan tinggi semampai ini menginjakkan kaki di Bumi Ratu Pamellingan.

Ada yang satu hal yang membuat saya tertarik mengobrol dengannya. Ada pertanyaan yang harus dia jawab. Untuk apa datang ke Pamekasan?

Meski kita berdua kesulitan berkomunikasi lantaran Yeonsil tidak terlalu mahir menggunakan bahasa Inggris begitupun saya, akhirnya kami berbincang.

Saya menyodorkan pertanyaan untuk dahaga keingintahuan saya. Untuk apa dia ke Pamekasan? Jawabannya sangat mengejutkan, sebab ternyata Pamekasan merupakan satu-satunya tujuannnya datang ke Madura.

Yeonsil mengatakan, dia berkunjung ke Madura hanya ingin melihat Api Abadi di Pamekasan. Tentu sulit saya terima begitu saja, bagaimana mungkin seorang solo traveller yang sudah berkunjung ke banyak negara dan beberapa kota di Indonesia datang ke Madura hanya tau informasi tentang Api Tak kunjung Padam.

Wajar bagi saya aneh. Kita tentu tahu di Madura banyak destinasi wisata yang mati-matian dipromosikan di berbagai media dan kegiatan tingkat regional maupun nasional.

Baca juga :  Sebuah Mimpi dan Transformasi Kesehatan di Kepulauan yang ada di Madura

Sebut saja yang paling poluler dan layak untuk dibanggakan adalah Pulau Giliyang yang berada di ujung timur Madura tepatnya di Kecamatan Dungkek, Kabupaten Sumenep.

Bukan tentang pantainya yang indah dengan terumbu karang yang menakjubkan, tapi kadar oksigen yang ada di pulau ini tercatat sebagai oksigen terbaik kedua di dunia.

Iya terbaik ke dua di dunia setalah Laut Mati, Jordania. Berdasarkan penelitian yang  dilakukan oleh Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (LAPAN) pada 2005 menunjukkan bahwa kadar oksigen di Giliyang di atas rata-rata.

Tapi, saat saya menyebutkan tentang Pulau Giliyang, Yeonsil justru masih mencari referensi di google dengan menggunakan bahasa Koreanya. Dia tidak tahu tentang wisata itu.

Beberapa penjelasan yang saya berikan pada Yeonsil tentang Giliyang rupanya adalah informasi perdana yang dia dapatkan.

Yang lebih mengejutkan adalah, Yeonsil yang tergabung dengan beberapa traveller di Negaranya hanya tahu daerah di Madura yang memiliki api abadi, yakni Pamekasan.

Miris sekali, tapi maaf ini bukan miris pada pengetahuan Yeonsil yang sangat minim dan terbatas terkait objek wisata di Madura.

Tapi, tentang bagaimana kondisi wisata Api Tak Kunjung Padam yang dari tahun ke tahun tidak mengalami perubahan.

Bahkan, tidak bisa menjadi satu-satunya daya tarik seperti wisata Gunung Bromo atau Bali dengan Pantai Kuta seperti yang juga menarik Yeonsil sampai ke sana.

Baca juga :  Mesum di Kos, Pelajar dan Perempuan di Bawah Umur Digrebek Satpol PP Sampang

Bagi saya yang lahir dan tinggal di Pamekasan, wisata Api Tak Kunjung Padam merupakan satu-satunya wisata dengan fenomena alam yang sangat menakjubkan.

Wisata ini terletak di Desa Larangan Tokol, Kecamatan Tlanakan, Kabupaten Pamekasan yang jaraknya tidak jauh dari pusat kota.

Api Tak Kunjung Padam sendiri merupakan fenomena alam berupa api yang terus menyala di atas tanah.

Fenomena alam yang unik dan menarik. Api ini telah menyala selama bertahun-tahun tanpa pernah padam.

Walaupun terdapat upaya pemadaman, api tersebut tetap terus menyala dengan intensitas yang berbeda-beda. Api itu benar benar abadi meski cakupan apinya makin mengecil.

Sayangnya, wisata ini seperti tidak menarik perhatian pemerintah setempat sebagaimana menarik perhatian Yeonsil yang jauh-jauh datang dari Korea demi mengabadikan percikan api di Kabupaten Pamekasan ini. Pemerintah cenderung setengah hati memberikan perhatian.

Argumen saya tentang pengelolaan wisata ini setengah hati tentu bukan tanpa alasan, sampai saat ini akses jalan menuju lokasi wisata dari jalan utama masih rusak, tidak ada fasilitas kendaraan umum yang bisa mengantarkan wisatawan sampai ke lokasi.

Dan, yang paling mengkhawatirkan adalah penerangan jalan menuju lokasi juga sangat minim. Hanya beberapa lampu kecil dibeberapa titik jalan.

Kondisi ini tentu sangat membahayakan, mengingat fenomena api abadi ini sangat mungkin dikunjungi wisatawan pada malam hari demi melihat keindahan apinya.

Baca juga :  Groundbreaking Gedung SBSN Layanan Terpadu Akademik, Rektor IAIN Madura Komitmen Bawa Perubahan

Fasilitas lainnya di lokasi wisata tidak perlu saya jabarkan, sebab tiket masuk ke lokasi wisata hanya di bandrol Rp 10 ribu untuk mobil dan Rp 5 ribu untuk sepeda motor tanpa menghitung jumlah pengunjung. Maka jangan tanya fasilitas, uang segitu bisa buat apa?

Nominal inilah yang kemudian membuat Yeonsil menganggap Madura sangat layak dikunjungi karena murah dibanding Bali yang serba mahal.

Satu hal yang membuat menarik perhatian saya atas pernyataan Yeonsil saat berbincang dan mencoba mengajaknya melihat beberapa pantai yang menarik di Madura.

Kira-kira begini argumennya dalam bahasa Indonesia, ”kalau hanya pantai, beberapa tempat sudah banyak saya temui Sari, tapi api abadi ini sangat manarik saya untuk melihat langsung keajaiban ini,” katanya.

Dari pernyataan Yeonsil inilah, harusnya menjadi lecutan semangat dari Pemerintah Kabupaten Pamekasan untuk benar-benar fokus membangun wisata Api Tak Kunjung Padam dengan konsep yang menarik, bagaimanapun caranya.

Sebab, fenomena api abadi ini jika dikelola dengan baik dan dengan sungguh-sungguh, bukan tidak mungkin akan membuat “Pamekasan Menyala” hingga ke mancanegara.

Mari semua pihak bergandengan tangan untuk memajukan wisata Api Tak Kunjung Padam ini, agar Pamekasan terus menyala abangku. Salam. (*)

Berita Terkait

Ketika Penis Patung Lebih Berguna daripada Pena Wartawan
Cyber-Utopianisme dan Realitas Generasi Muda
Saya Bukan Pejuang Kebenaran dan Keadilan. Toh Saya Masih Membela Orang Salah
Pilih: Rp 15 Juta Menjual Kejujuran? Atau Rp 100 Juta Hanya untuk Cari Data?
Kenaikan Harga Cukai Rokok Harus Ditinjau Ulang
Dari Timur Tengah ke Ujung Timur Madura, Cengkalan
Terobosan Bea Cukai Madura untuk Masa Depan Industri Legal
Korkab BSPS Hilang?

Berita Terkait

Rabu, 30 Juli 2025 - 22:51 WIB

Ketika Penis Patung Lebih Berguna daripada Pena Wartawan

Senin, 28 Juli 2025 - 08:35 WIB

Cyber-Utopianisme dan Realitas Generasi Muda

Minggu, 27 Juli 2025 - 22:46 WIB

Saya Bukan Pejuang Kebenaran dan Keadilan. Toh Saya Masih Membela Orang Salah

Minggu, 27 Juli 2025 - 13:24 WIB

Pilih: Rp 15 Juta Menjual Kejujuran? Atau Rp 100 Juta Hanya untuk Cari Data?

Kamis, 24 Juli 2025 - 02:53 WIB

Kenaikan Harga Cukai Rokok Harus Ditinjau Ulang

Berita Terbaru

SANTAI: Nelayan Branta Pesisir, Kecamatan Tlanakan, Pamekasan menarik jaring di atas kapal. (LAILIYATUN NURIYAH/KLIK MADURA).

Pamekasan

Hibah Alat Tangkap Perikanan Rp 1,2 Miliar Belum Terealisasi

Senin, 4 Agu 2025 - 08:26 WIB