SUMENEP || KLIKMADURA – Kasus dugaan korupsi berjamaah Program Bantuan Stimulan Perumahan Swadaya (BSPS) di Kabupaten Sumenep menggelinding bak bola api. Puluhan kepala desa dari wilayah daratan dan kepulauan terseret dalam kasus tersebut.
Kejaksaan Tinggi (Kejati) Jawa Timur melakukan pemeriksaan secara maraton terhadap 50 kades dan 50 fasilitator, Rabu (21/5/2025). Dalam kegiatan tersebut, korps adhyaksa menurunkan sekitar 7 tim.
Ketua Dewan Penasehat, Persatuan Kepala Desa Indonesia (PKDI) Sumenep Mikun Legiyono mengatakan, para kepala desa (kades) kooperatif menghadiri undangan dari Kejati Jawa Timur.
Bahkan, para kades siap memberikan keterangan perihal persoalan tersebut. Harapannya, kasus yang menjadi perbincangan secara nasional itu segera menemukan titik terang.
Meski demikian, mantan Ketua Asosiasi Kepala Desa (AKD) Kabupaten Sumenep itu meminta Menteri Perumahan dan Kawasan Permukiman (PKP) Maruarar Sirait mengklarifikasi pernyataannya.
Sebab, mantan politisi PDI Perjuangan itu pada saat rapat kerja (raker) bersama Komisi V DPR RI menyampaikan bahwa, dugaan uang yang dikorupsi pada program BSPS tersebut sebesar Rp 108 miliar.
Padahal, anggaran yang digelontorkan untuk program BSPS hanya sebesar Rp 109 miliar. Dengan demikian, jika dugaan uang yang dikorupsi sebesar Rp 108 miliar, berarti program tersebut tidak dikerjakan.
“Tolong diklarifikasi oleh Menteri Maruarar Sirait, anggarannya hanya Rp 109,800 miliar, kok mengatakan bahwa Rp 108 miliar dikorupsi, kalau Rp 108 yang dikorupsi, berarti kan tidak ada yang dikerjakan,” katanya.
Miskun Legiyono meminta pernyataan Menteri Ara itu diklarifikasi. Tujuannya, agar nama Kabupaten Sumenep tidak buruk di mata nasional.
Untuk diketahui, program BSPS di Kabupaten Sumenep diduga menjadi ladang korupsi. Berbagai modus operandi berhasil diungkap oleh Kementerian PKP.
Di antaranya, ada pasangan suami istri (pasutri) yang sama-sama mendapat bantuan tersebut. Padahal, secara regulasi tidak diperbolehkan. Kemudian, diduga ada kongkalikong dengan pemilik toko yang menyediakan bahan bangunan.
Kasus tersebut dilaporkan langsung oleh Kementerian PKP ke Kejari Sumenep. Kemudian, penyelidikannya diambil alih oleh Kejati Jatim. (pen)