PAMEKASAN || KLIKMADURA – Layanan cuci darah shift 4 di RSUD dr. H. Slamet Martodirdjo (Smart) Pamekasan terus mendapatkan sorotan publik. Forum Mahasiswa dan Masyarakat Revolusi (FORMAASI) menggelar audiensi untuk mengurai persoalan tersebut.
Audiensi yang difasilitasi Komisi IV DPRD Pamekasan itu dihadiri sejumlah pihak. Yakni, Direktur RSUD Smart Pamekasan Raden Budi Santoso serta perwakilan dari BPJS Kesehatan Cabang Pamekasan.
Aktivis FORMAASI, Iklal Iljas Husen menyampaikan, patut diduga adanya skandal permainan bisnis kesehatan dengan dibukanya layanan hemodialisis (hd) atau cuci darah shift 4 itu. Sebab, layanan tersebut dibuja tanpa melakukan pemberitahuan kepada BPJS Kesehatan.
“Semua pembiayaan pasien ditanggung BPJS Kesehatan, rumah sakit tinggal klaim pembayaran, dengan dibukanya layanan shift 4 tanpa sepengetahuan BPJS Kesehatan, bisa jadi ini akal-akalan supaya bisa klaim pembayaran itu,” katanya.
Iklal menyampaikan, kasus tersebut sangat fatal. Sebab, terbukti layanan tersebut dihentikan lantaran tidak sesuai dengan standar yang ditentukan Perhimpunan Nefrologi Indonesia (PERNEFRI).
“Betapa bahayanya ketika layanan rumah sakit dilakukan tidak sesuai standar operasional. Bagi kami, ini bukan hanya persoalan ini sangat fatal dan wajib diusut tuntas,” katanya.
Layanan cuci darah shift 4 itu dibuka sejak November 2024 lalu. Ada sekitar 23 pasien yang dilayani. Semua biayanya diklaimkan ke BPJS Kesehatan namun akhirnya ditolak.
“Pihak BPJS Kesehatan menyampaikan bahwa ada sekitar Rp 1 miliar yang harus dikembalikan pihak rumah sakit,” kata Iklal.
Mantan aktivis mahasiswa itu menyampaikan, patut diduga ada skandal bisnis yang mengarah pada tindakan korupsi pada kasus layanan cuci darah tersebut. Dengan demikian, Iklal akan melakukan kajian lebih mendalam sebelum melakukan langkah berikutnya.
“Akan kami kaji secara komprehensif. Tapi dugaan sementara, kami melihat adanya indikasi tindak pidana korupsi,” katanya.
Menanggapi hal itu, Direktur RSUD Smart dr. Raden Budi Santoso menyampaikan, rumah sakit tidak perlu melakukan pemberitahuan kepada BPJS kesehatan untuk membuka layanan shift 4. Sebab, tanggung jawabnya hanya pada pelayanan kesehatan.
“Rumah sakit tidak bertanggung jawab kepada BPJS, secara hirarki kami bertanggung jawab kepada negera melalui Kemenkes dan Dinkes, makanya kita tidak perlu melaporkan ke BPJS,” tuturnya.
“Tugas rumah sakit hanya untuk melayani pasien, apapun yang terjadi pada pasien merupakan tanggung jawab kami, mau untung atau rugi kami harus layani, sedangkan BPJS hanya mengelola keuangan atau pembiayaan,” terangnya.
dr. Budi mengaku, pihak rumah sakit siap menanggung pembiayaan layanan shift 4 yang sudah berjalan 6 bulan jika BPJS Kesehatan Cabang Pamekasan menganggap tidak memenuhi kriteria pembayaran.
“Jika layanan shift 4 dianggap tidak bisa dibiayai BPJS karena tidak memenuhi kriteria PERNEFRI, maka kami harus memotong pergantian pembayaran bulan depan,” ujarnya.
Kepala Bagian Sumber Daya Manusia, Umum dan Komunikasi (SDMUK) BPJS Kesehatan Pamekasan Ary Udiyanto menyampaikan, penambahan shift HD di rumah sakit harus disampaikan ke BPJS Kesehatan sebagai penyelenggara dan pembayar penjaminan manfaat.
“BPJS Kesehatan bukan regulator, aturan sudah ada, kami lihat di RSUD Smart ada penambahan shift yang tidak ada koordinasi,” katanya.
“Bahkan, beban kerja perawat sampai 10 jam, sedangkan sesuai ketentuan layanan cuci darah hanya 6 jam, termasuk alat medisnya belum memenuhi standar,” tandasnya. (ibl/diend)