PAMEKASAN || KLIKMADURA – Layanan hemodialisis atau cuci darah shift 4 yang sempat dibuka oleh manajemen RSUD dr. H. Slamet Martodirdjo (Smart) Pamekasan dipastikan tidak sesuai standar. Sejumlah pihak menilai, layanan tersebut tidak cukup hanya ditutup, tetapi harus diaudit.
Aktivis Forum Mahasiswa dan Masyarakat Revolusi (FORMAASI) Iklal Iljas Husein mengatakan, layanan cuci darah itu sempat berjalan sekitar 6 bulan. Kemudian, ditutup setelah diketahui bahwa layanan tersebut tidak sesuai standar.
Menurut Iklal, langkah yang harus dilakukan pemerintah bukan hanya menutup layanan. Tetapi, juga harus melakukan audit baik dari segi layanan maupun dari sisi keuangan yang dikelola dari hasil layanan tersebut.
”Harus dilakukan audit secara menyeluruh agar diketahui persoalan apa saja yang muncul pada layanan cuci darah ini,” katanya, Senin (19/5/2025).
Iklal menyampaikan, FORMAASI akan bersurat secara resmi kepada Perhimpunan Nefrologi Indonesia (PERNEFRI) agar turun ke Pamekasan.
Diharapkan, organisasi yang memiliki kewenangan mengatur standarisasi layanan cuci darah itu mengecek secara detail layanan yang sempat dibuka.
Jika ada pelanggaran etik, harus dijatuhkan sanksi secara tegas kepada pihak manajemen RSUD Smart Pamekasan. Sebab, layanan cuci darah itu berhubungan langsung dengan keselamatan pasien.
Kemudian, jika ada layanan yang tidak sesuai standarisasi, maka wajib direkomendasikan agar secepatnya dilengkapi. Dengan demikian, masyarakat mendapat layanan medis secara optimal.
Bahkan, audit tidak hanya dilakukan pada layanan hemodialisasi shift 4. Tetapi, tiga shift lainnya juga harus diaudit karena dikhawatirkan ada standarisasi juga belum terpenuhi. Salah satunya, terkait lama waktu operasi.
”Seperti yang disampaikan BPJS Kesehatan Cabang Pamekasan bahwa layanan cuci darah itu mestinya antara 5-6 jam, tetapi di RSUD Smart Pamekasan hanya 4 jam,” katanya.
Iklal berjanji akan mengawal persoalan tersebut hingga tuntas. Selain mengawal dari sisi medis, juga mengawal dari sisi dugaan pelanggaran hukum.
Sebab, sesuai hasil analisas awal, FORMAASI melihat ada dugaan pelanggaran hukum pada kasus tersebut. Yakni, dugaan tindak pidana korupsi.
”Akibat pembukaan layanan cuci darah shift 4 ini, biaya klaim sebesar Rp 1 miliar harus dikembalikan ke BPJS Kesehatan Pamekasan,” tandasnya. (pen)