KANGEAN || KLIKMADURA – Situasi di Pulau Kangean memanas setelah kericuhan pada Selasa (4/11/2025) berujung pada kebakaran markas kontraktor yang berafiliasi dengan PT Kangean Energi Indonesia (KEI).
Warga menilai peristiwa itu bukan insiden spontan, melainkan akumulasi kekecewaan panjang terhadap aktivitas perusahaan migas tersebut.
Hairul, salah satu pemuda Pulau Kangean menyebut, sebelum kehadiran PT KEI, masyarakat hidup aman, rukun, dan tanpa konflik besar. Namun, setelah kehadiran perusahaan tersebut, Pulau Kangean tidak kondusif.
“Sebelumnya tidak pernah ada konflik sebesar ini, masyarakat hidup damai,” ujarnya kepada Klik Madura.
Ia menegaskan bahwa warga telah melakukan sembilan kali aksi protes kepada PT KEI dan pemerintah, namun tidak ada respons berarti.
“Semua pejabat diam. DPRD Sumenep, Bupati Sumenep, bahkan Gubernur Jawa Timur tidak ada yang betul-betul mendengar keresahan masyarakat,” tegasnya.
Menurut Hairul, penolakan masyarakat bukan bersifat emosional, melainkan memiliki dasar hukum yang jelas. Pulau Kangean dengan luas 648,6 km² termasuk kategori pulau kecil yang dilindungi oleh regulasi nasional.
“Menurut UU Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil, pulau seperti Kangean tidak boleh ditambang. Sudah jelas aturannya,” ujarnya.
Ia menambahkan bahwa larangan itu diperkuat oleh Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 35/PUU-XXI/2023 yang menegaskan pelarangan aktivitas pertambangan di wilayah pesisir dan pulau kecil.
Dengan jumlah penduduk sekitar 200 ribu jiwa, masyarakat khawatir eksploitasi migas akan menimbulkan kerusakan ekologis, ekonomi, dan sosial yang dapat mengancam keberlangsungan hidup warga.
“Kalau pulau rusak, 200 ribu orang ini mau dibawa ke mana? Kalau terjadi kerusakan, siapa yang akan bertanggung jawab?” kata Hairul.
Ia juga menyinggung kondisi Pulau Pagerungan yang hingga kini masih mengalami krisis air dan tekanan hidup akibat eksploitasi migas sebelumnya.
“Bagi kami, cukup Pagerungan saja yang jadi korban. Jangan ulangi keserakahan yang sama di Kangean,” ujarnya.
Hairul menyampaikan bahwa satu-satunya jalan untuk mengembalikan keamanan dan kedamaian di Pulau Kangean adalah menghentikan aktivitas perusahaan.
“Agar pulau ini aman dan damai lagi, PT KEI harus segera keluar dari Kangean. Hentikan survei seismik. Itu harapan seluruh masyarakat Pulau Kangean,” tutupnya.
Hingga berita ini diterbitkan, pihak PT KEI belum memberikan keterangan resmi terkait desakan warga tersebut.














