PAMEKASAN || KLIKMADURA — Situasi di Pulau Kangean masih memanas setelah penangkapan tujuh nelayan yang menolak aktivitas survei seismik migas beberapa waktu lalu.
Penangkapan itu tidak hanya membuat keluarga para nelayan panik, tetapi juga memicu kemarahan warga hingga berujung pada penggerudukan Mapolsek Kangean dan pembakaran fasilitas waterpark yang diketahui sebagai mes PT Kangean Energi Indonesia (KEI).
Aliansi Nelayan Kangean menilai tindakan aparat dalam insiden tersebut sebagai bentuk intimidasi terhadap masyarakat. Mereka menegaskan bahwa sejak awal aktivitas survei seismik 3D telah menciptakan kegelisahan di tengah nelayan.
“Kami sudah berulang kali menyampaikan penolakan, tapi suara kami tidak pernah dianggap,” ujar Juru Bicara Aliansi Nelayan Kangean, Khoirul.
Ia menegaskan, para nelayan yang ditangkap bukanlah pelaku keonaran, melainkan warga yang mempertahankan ruang hidupnya.
“Mereka bukan kriminal. Mereka hanya menjaga laut yang menjadi nafkah turun-temurun. Kalau negara tidak melindungi mereka, lalu siapa lagi?” katanya.
Terkait sikap aparat di lapangan, Khoirul juga mengecam keras perlakuan yang disebutnya telah melewati batas.
“Mengarahkan senjata ke nelayan itu tindakan yang tidak manusiawi. Ancaman seperti ‘kalau mau mati, kabur saja’ bukan bahasa aparat pelindung rakyat,” tegasnya.
Atas rangkaian kejadian itu, Aliansi Nelayan Kangean mengeluarkan empat tuntutan utama. Mereka mendesak Kementerian Perhubungan melalui Syahbandar Kangean menghentikan serta mengusir seluruh kapal survei seismik dari perairan Kangean.
“Kalau izin olah geraknya sudah habis, tidak ada alasan mereka masih berkeliaran di laut kami,” ujar Khoirul.
Aparat kepolisian diminta kembali kepada fungsi perlindungan. Sebab, nelayan bukan musuh polisi tapi rakyat yang harus dilindungi.
“Kami hanya meminta kepolisian hadir sebagai pengayom, bukan sebagai pihak yang membuat masyarakat takut,” katanya.
Sementara itu, PT Kangean Energi Indonesia (KEI) diminta bertanggung jawab memulihkan kondisi sosial yang dinilai semakin rusak sejak aktivitas eksplorasi migas berlangsung.
“Kangean dulu damai, tenteram. Sekarang setiap hari ada ketegangan. Ini tidak bisa dibiarkan,” ujarnya.
Tuntutan terakhir ditujukan kepada Menteri ESDM, Gubernur Jawa Timur, dan Bupati Sumenep untuk segera menghentikan eksplorasi dan eksploitasi migas di Pulau Kangean.
“Pulau kecil seperti Kangean tidak siap menanggung risiko industri migas. Yang ada hanya kerusakan dan konflik,” ungkapnya.
Tuntutan tersebut disampaikan pada 10 November 2025 bertepatan dengan Hari Pahlawan Nasional. Tuntutan tersebut sebagai penegasan bahwa masyarakat tidak akan berhenti memperjuangkan haknya.
“Kami akan terus bersuara sampai pemerintah benar-benar mendengar,” tutup Khoirul. (nda)














