Oleh: Ismail., S.Hi., M.Ip, Wakil Ketua DPRD Kabupaten Pamekasan sekaligus Ketua DPC Partai Demokrat Kabupaten Pamekasan.
——–
BUKU tidak hanya lahir dari tinta dan kertas, tetapi juga dari denyut nadi kegelisahan akan realitas yang belum sepenuhnya berpihak pada keadilan.
“Merajut Mimpi Madura Provinsi” yang ditulis oleh Prengki Wirananda ini adalah sebuah ikhtiar intelektual yang lahir dari kegelisahan itu.
Buku ini hadir bukan untuk mengeluh, melainkan untuk menawarkan jalan keluar yang rasional, berbasis data, dan penuh harapan bagi masa depan Madura.
Sebagai seorang yang lahir dan besar di tanah Madura, serta aktif di ranah politik dan legislatif, saya merasakan langsung denyut ketimpangan yang selama ini membelenggu pulau kami.
Madura kaya akan sumber daya alam, budaya, dan manusia yang tangguh, namun dalam peta pembangunan Jawa Timur, kami sering kali hanya menjadi penonton.
Angka kemiskinan yang masih tinggi, keterbatasan infrastruktur, dan minimnya nilai tambah dari kekayaan alam yang dieksploitasi, adalah bukti bahwa Madura membutuhkan terobosan baru.
Sebagai bagian dari upaya mempercepat keadilan pembangunan di wilayah kami, saya bersama lembaga legislatif telah mendorong rencana pemekaran wilayah Kabupaten Pamekasan.
Sebagaimana disampaikan bahwa terdapat proyeksi untuk mengusulkan pembentukan kota dengan minimal empat kecamatan yaitu Kecamatan Pamekasan, Tlanakan, Pademawu, dan Galis sebagai entitas baru.
Pemekaran ini saya pandang sebagai salah satu jalan strategis agar pemerintah daerah bisa lebih lincah, pelayanan publik lebih dekat kepada masyarakat, dan keadilan pembangunan bisa cepat terasa.
Upaya ini bukan semata pemecahan administratif, melainkan bagian dari rangka menjalankan tanggung jawab moral – untuk memastikan bahwa warga Madura tak lagi sekadar menyaksikan, tetapi ikut menyusun dan menikmati kemajuan wilayahnya sendiri.
Buku ini dengan sangat jelas dan mendalam menguraikan akar persoalan tersebut, sekaligus menawarkan solusi yang visioner: Madura sebagai provinsi mandiri. Gagasan ini bukanlah wacana pemecah belah, melainkan sebuah ikhtiar untuk mewujudkan keadilan sosial, otonomi yang lebih luas, dan pembangunan yang berpihak pada rakyat.
Dengan status provinsi, Madura akan memiliki kewenangan yang lebih besar untuk mengelola sumber dayanya sendiri, merancang kebijakan yang kontekstual, dan mempercepat pembangunan di segala bidang.
Saya menyambut baik kehadiran buku ini, tidak hanya sebagai bacaan, tetapi juga sebagai pemicu diskusi dan gerakan kolektif di tingkat masyarakat, akademisi, birokrat, dan politisi.
Semoga tulisan ini dapat menjadi pijakan bagi kita semua untuk bersama-sama memperjuangkan hak-hak dasar masyarakat Madura: hak untuk sejahtera, mandiri, dan bermartabat.
Akhir kata, saya ucapkan terima kasih kepada penulis yang telah mencurahkan pikiran dan hatinya untuk Madura. Semoga buku ini bukan sekadar mimpi, tetapi awal dari sebuah perubahan nyata.
——–
Narasi ini dikutip dari kata pengantar buku Merajut Mimpi Madura Provinsi karya Prengki Wirananda.














