SAMPANG || KLIKMADURA – Ratusan massa dari Aliansi Solidaritas Peduli Perempuan dan Anak Sampang menggelar demo di depan Mapolres Sampang, Rabu (24/9/2025).
Mereka berteriak lantang sambil membawa poster bertuliskan “Tangkap Pelaku, Jangan Tidur!” dan “Kapolres Mundur Jika Tak Mampu”.
Aksi ini jadi simbol kekecewaan warga atas lambannya polisi menangani kasus kekerasan seksual di Sampang.
“Kegagalan penegakan hukum dalam kasus ini bikin masyarakat resah,” tegas Rozek, korlap aksi.
Massa menilai polisi seolah tak berdaya menghadapi maraknya kasus pencabulan anak dan perempuan.
“Negara wajib hadir melindungi korban, bukan membiarkan pelaku bebas,” lanjut Rozek saat orasi.
Aliansi juga mengingatkan polisi agar bekerja sesuai aturan undang-undang. Mereka menyinggung UU Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian dan UU Nomor 12 Tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (TPKS).
Dalam orasinya, massa aksi membeberkan sejumlah kasus yang dinilai mangkrak. Mulai dari kasus tahun 2020 di Torjun, 2022 di Robatal, 2023 di Camplong, hingga 2024 di Tambelangan. Banyak pelaku belum ditangkap hingga sekarang.
Kasus terbaru juga terjadi 30 Juli 2025 lalu di Ketapang. Seorang gadis 17 tahun jadi korban pencabulan oleh Basir (24). Meski sudah masuk DPO, Basir belum juga ditangkap.
“Basir bebas berkeliaran, sementara korban masih trauma,” tegas Rozek.
Aliansi menegaskan empat tuntutan. Pertama, polisi harus tuntaskan semua kasus pencabulan di Sampang. Kedua, segera tangkap Basir. Ketiga, copot aparat yang lamban. Keempat, Kapolres mundur kalau tidak mampu.
Menjawab kritik, Kapolres Sampang mengatakan pihaknya sudah bentuk tim khusus.
“Setiap apel saya cek perkembangan kasus ini. Begitu muncul di media, pelaku kabur,” ujarnya.
Kapolres juga minta bantuan masyarakat untuk melapor kalau tahu keberadaan DPO. “Kami butuh kerja sama warga. Kalau tahu pelaku, segera laporkan,” tegasnya.
Ia menambahkan tak segan menindak anggotanya kalau terbukti lalai. Tapi alasan itu dianggap klise oleh mahasiswa yang ikut aksi.
“Sekitar enam kasus masih mangkrak. Kalau Kapolres tidak serius, kami akan laporkan ke Kapolda Jatim,” tegas Juhairiyah.
Situasi makin haru ketika keluarga korban angkat suara. Mistiyah, nenek salah satu korban, menangis sambil memohon keadilan.
“Sudah dua bulan laporan masuk, tapi polisi diam. Anak-anak kami trauma setiap hari,” ujarnya.
“Kalau Kapolres tidak mampu, mundur saja. Korban butuh keadilan, bukan janji kosong,” teriaknya. (san/nda)