SUMENEP || KLIKMADURA – Kasus dugaan mega korupsi Program Bantuan Stimulan Perumahan Swadaya (BSPS) Sumenep memasuki babak baru. Kejaksaan Tinggi (Kejati) Jawa Timur menaikkan status perkara tersebut ke tahap penyidikan.
Bahkan, tim dari korps adhyaksa melakukan penggeledahan di enam lokasi di Kabupaten Sumenep. Meski demikian, sampai saat sekarang belum ada tersangka pada kasus yang diduga merugika negara ratusan miliar itu.
Asisten Pidana Khusus (Aspidsus) Kejati Jatim, Saiful Bahri Siregar mengatakan, setelah melakukan serangkaian pemeriksaan terhadap 250 saksi, maka penyidik memutuskan menaikkan status perkara tersebut ke tahap penyidikan.
Kejati Jatim secara resmi mengeluarkan surat perintah penyidikan (sprindik) Nomor Print-1052/M.5/Fd.2/07/2025 pada Senin, (7/7/2025). Berbagai langkah juga terus dilakukan untuk memperkuat pembuktian kasus dugaan mega korupsi tersebut.
Yakni, dengan memeriksa belasan kepala desa, penerima bantuan BSPS, pemilik toko bangunan dan tenaga fasilitator. Kemudian, penyidik juga melakukan penggeledahan di 6 lokasi di Sumenep dan dua lokasi di Surabaya.
”Saksi yang tidak jujur atau mempersulit proses hukum dapat dijerat undang-undang tindak pidana korupsi,” katanya kepada awak media.
Kasi Intelijen Kejari Sumenep Moch. Indra Subrata membenarkan adanya penggeledahan di 6 titik di Sumenep tersebut.
Namun, dia enggan membeberkan secara terperinci mengenai aktivitas yang dilakukan tim dari Kejati Jatim itu. Sebab, Kejari Sumenep sifatnya hanya melakukan pendampingan.
Bahkan, dia juga enggan menjelaskan mengenai kemungkinan adanya tersangka dan pengembangan kasus dugaan korupsi berjamaah itu.
”Intinya, dokumen terkait perkara BSPS sudah kita amankan untuk pembuktian pada proses penyidikan,” katanya.
Untuk diketahui, Program BSPS dikhususkan bagi masyarakat berpenghasilan rendah (MBR). Pemerintah pusat menggelontorkan anggaran dari APBN sebesar Rp 445,81 miliar untuk 22.258 penerima di seluruh Indonesia.
Sementara, Kabupaten Sumenep sendiri menerima anggaran paling besar, yakni Rp 109,80 miliar untuk 5.490 penerima. Sayangnya, anggaran besar itu diduga jadi lahan basah untuk tindak pidana korupsi. (pen)