Laporan khusus: Imdad Faiha Ila Sabila
————-
ERA digitalisasi memang menjanjikan banyak kenyamanan dan kemudahan seperti menawarkan banyak jenis pekerjaan remote yang menjanjikan. Namun, tanpa disadari kian banyak penipuan dengan modus menawarkan pekerjaan part time.
ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT
Jenis pekerjaan tersebut di antaranya yang sering kita temui; tawaran mengisi survei online, dropshiping palsu, penipuan pengiriman barang, penjualan berbasis komisi, typing jobs atau pengisian data, kirim pesanan atau paket bodong hingga penipuan wawancara pekerjaan part time.
Seperti kasus yang kita temui kali ini datang dari seorang mahasiswi di Surabaya berinisal QM. Dengan jangka waktu yang singkat, terhitung kronologi kasus ini dimulai awal tahun pada tanggal 3 januari – 14 januari 2025. Melalui taktik bulus dan cara halus oknum penipuan ini dapat meraup untuk dari korban hingga ratusan juta.
Fake buyer, pembeli palsu yang berperan untuk check out dan dapat akan mendapatkan komisi dari barang yang di check out.
Begini kronologi lengkapnya:
Korban QM Mendapatkan informasi tawaran pekerjaan part time dari DM Instagram akun Bernama @RatihAndeaHartawan untuk menjadi fake buyer yang akan mendapatkan komisi sesuai tahapan. Setelah chat panjang korban mendapatkan link dari akun tersebut dan diarahkan untuk meng-klik link yang diberikan dan masing-masing fake buyer diwajibkan membuat akun kerja dari li nk tersebut.
Mulanya, ia ditugaskan untuk check out 1 sampai 3 barang tanpa perlu top up ke akun kerja itu, tidak perlu top up karena ia mendapatkan limit di akun kerjanya sebesar Rp 30.000 dan harga barang pertama hingga ketiga masih relative murah.
Namun, pesanan keempat dan seterusnya perlu saldo yang harus di top up ke akun kerja korban karena barang yang di chekout dari pesanan keempat dan seterusnya mulai mahal.
Untuk diketahui, ada 15 barang yang harus dipesan oleh korban untuk dpaat mencairkan komisi. Tugas tahap 1 top up Rp. 300.000 – Rp 500.000 (begitu terus hingga jutaan rupiah).
Singkat cerita, karena melihat saldo di akun tersebut mulai banyak akhirnya korban tergiur, ingin top up agar saldo dan komisi yang ia dapatkan semain bertambah. Saat itulah, korban semakin rajin untuk top-up dan menyelesaikan tugas untuk checkout barang sebanyak 15 barang tersebut.
Menurut pengakuan korban, terakhir ia top up sebesar Rp 10 juta karena dibuat semakin yakin oleh mentor yang membina korban melalui nomor WhatsApp. Mentor itu bahkan rela meminjamkan uang untuk korban agar segera top-up dengan alibi agar proses pencairan saldo korban bisa segera cair.
Janggalnya, uang yang dipinjamkan penipu berkedok mentor atas nama Ratih itu tidak pernah ditransfer ke rekening bank pribadi korban. Melainkan, langsung ditransfer ke akun kerja milik korban.
Jika bis akita fikir menggunakan logika dan akal sehat, hal tersebut aneh dan tanpa disadari merupakan pancingan untuk korban agar lebih percaya jika ini merupakan real bussines dan juga menyerang psikis korban dengan bahasa chat yang sedikit menekan korban untuk segera top-up.
Penjelasan korban kepada tim Klik Madura bahwa penipu sempat memberikan bukti transfer dari mentor ke nomor rekening yang ada di akun, tapi bisa jadi itu semua komplotan dan akal-akalan penipu. Nah, di sinilah awal mula tekanan psikis yang dialami korban tanpa ia sadari.
Korban melaksanakan tugas pesanan sebanyak 15 pesanan, korban diarahkan untuk melakukan penarikan oleh mentor, karena total penarikan mencapai Rp 50 juta, penipu berkedok mentor ini memberikan link layanan pelanggan yang harus diakses korban untuk mencairkan saldo tersebut.
Ternyata, link tersebut mengarahkan nya ke nomor telegram yang ternyata adalah salah satu oknum penipu berkedok customer service dari pekerjaan part time fake buyer itu.
Setelah itu Penipu berkedok customer service yang mengaku Bernama NADHILLA YUSMARITA ini awalnya mengarahkan langkah langkah pencairan saldo, yang semula harus bertahap dan sedikit demi sedikit.
Lalu, setelah diikuti intruksinya, tiba-tiba oknum tersebut memberikan pertanyaan bahwa langkah langkah yang aku lakukan salah fatal dan menyebabkan saldo korban beku dan tidak dapat dicairkan sehingga penipu ini kembali memberikan opsi perbaikan dan pencairan uang dengan cara top up saldo sebesar Rp 20 juta.
Korban merasa sayang sekali jika saldo sebesar Rp 50 juta tidak dicairkan, maka ia tergiur kembali untuk top up sebesar Rp 20 juta untuk menebus saldo beku agar dapat segera dicairkan. Oknum tersebut bilang uang tersebut tetap akan masuk rekening akun kerja beserta komisinya.
Setelah membayar Rp 20 juta, oknum tersebut menyampaikan bahwa setelah opsi perbaikan akun terdapat opsi pelulusan yang diharuskan membayar sebesar Rp 50 juta. Kemudian, si korban juga kebingungan karena tidak punya uang sebanyak itu, lalu mentor memberikan bantuan berupa pinjaman sebagian, lalu sisanya agar diusahakan korban.
Setelah korban mendapatkan pinjaman uang, lalu mentor mengarahkan agar uang milik mentor yang ingin dipinjamkan ke korban agar di transfer secara mandiri oleh mentor ke akun kerja, dengan memberikan bukti transfer seolah-olah memang beneran memberi hutang, lalu korban transfer sisanya kemudian, jadi sistemnya cicil dengan jarak waktu yg relatif sebentar.
Setelah itu, oknum penipu di telegram memberi tahu bahwa pembayaran ditolak dengan alasan tidak bisa mencicil, jadi harus dilakukan transfer ulang sebanyak Rp 50 juta lagi. Kemudian, setelah korban berhasil transfer ulang sebesar Rp 50 juta lagi, dengan sebagian yang katanya dihutangi mentor.
Namun, mentor tidak pernah transfer langsung ke rekening, melainkan korban transfer ke rekening mentor, lalu mentor transfer seluruhnya ke akun kerja, dan memberikan bukti transfer untuk diberikan kepada oknum penipu yg di telegram.
Setelah berhasil transfer ulang sebesar Rp 50 juta, oknum penipu di telegram itu memberi tahu bahwa ada biaya pajak sebesar Rp 7,5 juta agar uang dapat dicairkan. Akhirnya, korban membayar kembali Rp 7,5 juta.
Oknum penipu itu memberikan surat resmi penarikan dana, dan memberi tahu bahwa karena saldo yang akan ditarik banyak, maka membutuhkan waktu 2-5 hari kerja, karena perusahaan menggunakan metode SKN, bukan RTGS.
Padahal, sebelumnya dia mengatakan bahwa proses pencairan membutuhkan waktu 2-5 menit saja. Korban merasa janggal “kenapa kok pencairannya bisa sangat lama?”
Penipu berkedok mentor itu mengatakan bahwa sebetulnya ada metode pencairan yang cepat dan bisa langsung cair malam itu juga dengan metode RTGS, namun harus berbayar Rp 60 juta. Korban merasa kaget dan memilih untuk menunggu 2-5 harian lagi daripada harus membayar sebanyak itu.
Korban pun searching tentang metode SKN dan RTGS, ternyata metode SKN memang membutuhkan waktu pencairan 2-3 hari, dan metode RTGS bisa langsung cair dalam waktu kurang dari 1 hari. Namun biaya nya tidak semahal itu, hanya berkisar Rp 25 ribu – Rp 50 ribu, di situlah korban mulai sadar ada yanh janggal.
Namun ternyata, hal ini juga memberikan gangguan psikologis terhadap korban seperti di hipnotis. “Bener-bener tidak sadar, seperti di hipnotis dan jalan keluar masuk uang seakan mudah,” ungkap QM.
Pasalnya, mentor terus menagih uang yang ia pinjami mentor kepada korban, dengan menyampaikan cerita dramatis sehingga korban merasa kasihan dan iba. Korban merasa harus secepatnya menggantikan uang penipu berkedok mentor tadi secepatnya ke akun rekening bank pribadinya.
Penagihan itu berlangsung setiap hari, bahkan sampai mengancam dan berkata kasar dan menekan untuk melunasi hutang hutangnya hari itu juga. Mentor mengancam dengan menggunakan foto ktp milik korban untuk di sebarluaskan katanya.
Hingga korban tersadar bahwa ada indikasi penipuan setelah mentor penipu itu terus memberikan paksaan untuk segera transfer dan melunasi hutang yang korban pinjam dengan kata-kata kotor seperti tolol, binatang dan ancaman-ancaman lainnya.
Disitulah, kemudian akhirnya korban tersadar bahwa ini tidak lazim sampai menyentil keadaan psikis. dan setelah itu, korban mencoba untuk menggali informasi lebih lanjut mengenai bisnis ini dengan searching Instagram milik penipu yang ternyata sudah tidak ada, bahkan DM sejak awal sudah tidak ada dan terhapus.
Pelaku juga bahkan sempat hampir hack dan memantau aktivitas akun gmail dan shopee milik korban, yang untungnya segera diamankan oleh korban setelah muncul notifikasi bahwa akunnya terdapat aktivitas mencurigakan.
Total kerugian korban mencapai Rp 60 juta. Hal ini menjadi pembelajaran bagi kita bersama, untuk selalu crosscheck dan meminta pendapat kepada orang terdekat jika suatu informasi yang kita terima menjanggal atau bahkan ada indikasi penipuan.
Penipuan itu tak hanya merugikan secara materi, namun juga Kesehatan mental yang memburuk akibat tekanan psikis yang seng aja dilakukan oleh komplotan penipu. (*)