Opini

Sudahkah Anak-anak Indonesia Merdeka?

×

Sudahkah Anak-anak Indonesia Merdeka?

Sebarkan artikel ini

IMDAD FAIHA ILA SABILA, Mahasiswi IAIN Madura

___________

IBARAT tumbuhan, anak merupakan bibit yang harus dirawat agar dapat menghasilkan akar yang kuat dan tumbuhan yang sehat. Namun, dengan fenomena-fenomena yang hadir di Indonesia saat ini apakah anak dapat tumbuh dengan sehat secara  jasmani maupun rohani?

Baiklah, jangan terlalu jauh membahas bagaimana penguatan karakter sebagai akar atau pondasi anak dalam berperilaku. Pribahasa yang satu ini rasanya cukup mewakili hati kami untuk membas isu stunting di Indonesia yakni “di balik tubuh yang sehat terdapat jiwa yang kuat,”.

Memang, dari segi sosial anak-anak stunting dianggap mengalami gangguan perilaku, kesulitan  berinetraksi dengan teman sebaya hingga cenderung mengasingkan diri. Hal ini banyak mengakibatkan mereka putus sekolah dan kurangnya partisipasi sosial dari  lingkungan sekitar.

Stunting dianggap problema sepele, padahal dapat berdampak signifikan terhadap perkembangan akademik dan sosial. Pasalnya, anak stunting  memiliki skor belajar yang lebih rendah dalam berbagai mata pelajaran keterlambatan merespons sebuah perilaku maupun pembelajaran di ruang Pendidikan.

Baca juga :  Pilkada Jatim: Fenomena Calon Tunggal, Politik Kartel atau Konsolidasi Demokrasi?

Pemberian asupan gizi yang seimbang dan optimal pada ibu hamil dan menyusui serta asi eksulsif dari ibu harus senantiasa menyertai anak dalam tumbuh kembangnya. Tujuannya, agar semua dapat dimulai dari bibit yang sehat menjadi akar yang kuat  dan sehat.

Menelisik tema besar Hari Anak Tahun 2024, “Anak Terlindungi, Indonesia Maju”   tema yang secara konotatif memiliki makna yang sangat luas, meliputi semua lapisan masyarakat untuk sama-sama melindungi anak untuk menyongsong Indonesia maju dengan generasi yang terlindungi.

Dari tema ini saya ambil beberapa fenomena yang kerap  menimpa anak -anak sebagai korban, tahun 2024 jauh dari tahun 1945 di mana Indonesia Merdeka. Namun, apakah kita benar-benar Merdeka?

Sedang anak-anak belum merdeka dari kekerasan seksual, perkawinan anak,stunting hingga  pekerja anak. Tak hanya di ibu kota kita tau kerasnya dunia terhadap anak, di pedesaan pun seringkali masih bergelut dengan budaya patriarki yang menyebabkan anak menjadi korban.

Paksaan nikah di usia dini, disaat minimnya ilmu pengetahuan terhadap bimbingan pra nikah, ilmu parenting pengasuhan anak, pola pikir dalam  yang belum matang dalam mengahadapi masalah.

Baca juga :  Gejolak Industri Pertanian

Justru, rasanya ini pengerdilan terhadap manusia khususnya anak, yang  terlibat perkawinan dini. Lalu apa resikonya? tingkat perceraian tinggi, kekerasan rumah tangga dan kriminalitas meningkat.

Jangan jauh-jauh ke Jakarta, mari kita sejenak melihat lingkungan sekitar. Ada berapa–maaf jika pemilihan kata terlalu kasar — ada berapa janda muda? anak-anak dititipkan ke nenek atau kakeknya di kampung, bahkan bayi-bayi yang berada di panti asuhan? ini kejahatan sosial!

Badan Pusat Statistik merilis, terdapat 463.654 kasus perceraian di Indonesia yang tercatat pada  Februari 2024 silam. Di antaranya, masalah ekonomi dan tindak kekerasan pada ibu dan anak.

Sebagian orang tak menyadari bahwa ini adalah tindak kejahatan sosial seumur hidup pada anak. Bagaimana tidak?

Setelah orang tuanya bercerai, atau tidak becerai tapi menghardik anak sehingga anak-anak yang belum memasuki usia kerja terpaksa menjadi pekerja kasar, terombang-ambing di jalanan, hanya berfikir bagaimana mendapatkan uang agar “ibu dan bapak” tidak  bertengkar perihal ini.

Baca juga :  Imbas Smartphone Bagi Kalangan Remaja

Bagaimana mendapatkan pundi -pundi uang untuk sesuap nasi hari ini? ini miris sekali. Saat anak-anak tak memiliki masa depan, siapa yang akan disalahkan ?

Setelah berfikir bagaimana mencari uang mereka akan mulai berfikir cara cepat atau jalan pintas mendapatkan uang. Timbullah isu lainnya, bisnis portutusi yang melibatkan anak di bawah umur yang nilai transaksinya mencapai Rp 9 miliar.

Ini zaman, bukan sembarang zaman. Kita diminta melindungi anak tidak hanya dari luar saja, namun merawat kesehatan jasmani mereka sehingga siap belajar, menerima pembelajaran,memiliki empati dan solutif dalam menghadapi persoalan.

Bukan dieksploitasi dengan alasan pernikahan muda lebih baik, mari berfikir jangkauan resiko yang akan sampai pada anak. Dengan ketidaksiapan mereka dan mempengaruhi bibit bangsa selanjutnya.

Anak harus Merdeka dari kekerasan, perwakinan anak, pekerja anak, stunting hingga hak fundamental yang wajib ditunaikan. Mari Lindungi anak, dan wujudkan Indonesia Maju. (*)