Kumpulan Sajak Nuril Izza Afgarina

- Jurnalis

Sabtu, 13 September 2025

facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

Merpati Hitam

Sesaat setelah wajahmu menelungkup di dasar rasa

Matamu menyiratkan banyak makna

Satu, dua, tiga, sulit kueja

Hingga pendar merah menggelantungi nabastala

Aku melangkah menuju danau tanpa nama

Kusebut deret kata dalam tiap ritme doa

Meski nyanyian pilu mengitari sudut tiap jengkal pandangan

Menikmati luka bersamamu dalam bayangan

Satu busur panah menancap di ujung derita

Semburat luka merah menyala

Terpantul ke udara yang berlalu lalang

Memercik bagai api yang berkobar

Sekali lagi kupanggil namamu

Berusaha menguatkan ikatan batin

Merapal mantra, menjejaki ruang hampa

Tanpa sadar, dirimulah merpati hitam

Isyaratkan padaku nyanyian merayakan kehilangan

Bertema sendu, bertajuk pilu

Bertutur pada gumpalan awan kelabu

Sebelum rintik menciptakan satu lagu

Segala harap dan cemas

Kutitipkan pada mega petang

Semoga esok kutemui dirimu dalam nyata

Demi menuntaskan sakit dan rindu yang belum terbayar.

Madura, 8 September 2025

 

5 Juli di Madura

Lihat, beberapa detik sebelum itu,

Kutemui rindu di sudut matamu

Membias pilu karna lama tak bertemu

Sendu bahkan hilang tanpa lagu

Amboi! Ada apa dengan duniaku?

5 juli seolah menceritakan kenangan haru

Baca juga :  Kumpulan Puisi Fardan,d 

Berjanji untuk menjadi satu

Kemudian gugur satu persatu

Mega di nabastala

Bernyanyi pujian dan mantra

Disaksikan burung-burung gereja

Sementara dia kapan akan singgah

Di tanah Madura ini

Kupersembahkan senja merah di mata langit

Menggantung dengan banyak deru derita Terngiang seribu bahasa

5 dan Juli

Mari perbaiki hati

Semoga Tuhan sudi mempertemukan kembali

Bayanganmu pun hilang

Sepintas, aku mengingat gurat-gurat di wajahmu. Menoreh luka pada setiap netra yang menantapmu.

Meski sekilas kutahu apa rasamu, maka disaat itulah aku ingin memelukmu.

Kamu berlar, mengejar raga Tuhan yang tak pernah kau lihat di tubuh orang-orang.

Tak lagi peduli seberapa sakit kau mencari lalu kembali tanpa sesuatu yang pasti.

Kemudian, senja itu mengajak ruhmu pergi bersama kabung-kabung mega di sisi langit.

Memintamu kembali pada apa yang sebenarnya harus kamu datangi.

Mengganggam janji tanpa perlu tahu, kapan harus meminjam namaku lagi.

Bayanganmu pergi,

Bersama luka dan segenggam harapan yang belum sempat kutitip pada Tuhan

Kamu benar-benar pergi,

Meninggalkan jejak dan suara bisikanmu yang selalu merayu Tuhan.

Satu kata untukmu dan senja di bibir langit,

Baca juga :  [CERPEN] You Can Call Me, Saaa…

Kembalilah…

Hapuskan luka-luka di tubuhku

Dan bawakan aku ridho Tuhan yang kau gantung di bibirmu yang beku.

Sumenep, 8 September 2025

Bangunlah Rumahmu Sendiri

Semenjak menjadi bagian yang hilang

Di antara kita bukan lagi satu kesatuan yang sama-sama memuja keindahan

Pelupuk matamu yang indah, deru napasmu yang mendera

Tetiba senyap tanpa suara

Nyata namun menyakitkan

Genggaman dahulu yang ku ingat, selamanya menguap

Udara di atas kepala saat menyapa fajar, berubah embun seketika

Sejauh ini, aku belajar melepas sedalam ikhlas

Rumahku belum kokoh berdiri

Dindingnya rapuh, lantainya basah, jendelanya rusak

Ku persilahkan dirimu membangun yang lain

Sementara diriku memungut pecahan kaca di pojok sana

Terima kasih, Sayang.

Ikhlas ini kutangguhkan sejak 5 tahun kau menjauh tanpa meninggalkan pendar.

Beri Aku Bintang dan Senyum Itu

Di penghujung bulan januari

Di antara embun pagi dan bisik-bisik merpati

Sejauh hati mendekap bayangan

Sedekat nadi merasakan denyutan

Setelah jauh meniti waktu yang tak berkesudahan

Tujuh musim dan malam-malam meninggalkan harapan

Kita sama sekali tidak merasakan adanya temu

Bahkan tarian bunga seroja menutup cerita sebelum bertamu

Baca juga :  Sepucuk Harapan M. Yamin

Bintang itu…

Ku temukan titik terang pantulan wajahmu

Gurat dan sketsa berpadu sempurna

Menjabarkan rindu dan temu yang tak sejalan

Merebak di tepi lorong kenangan

Lihat! Aku tersenyum dengan segala kekuatan

Memeluk tawamu yang terngiang dalam benak

Senyum-senyum ironi menutupi segala sakit

Aku mengerti, luka kita sama namun pelik

Bintangku, senyummu

Berbekas dalam ruang hampa tanpa cinta

Menyeruak semacam buih di lautan

Menghapus jejak dan harapan

Untuk kali ini izinkan aku meraih itu

Segumpal nyawa dengan cinta dan senyuman

‘Kan ku beritahu alam raya

Bahwa aku masih punya segalanya selain penderitaan

 

Sumenep, 8 September 2025

****

BIODATA:

Namaku Nuril Izza Afgarina. Perempuan yang dilahirkan di kota Sumenep, 3 Juli 2000. Aku bisa dipanggil dengan nama Icha, Cha, Afga atau apapun yang membuatmu bahagia. Saat ini aku duduk di bangku sekolah menengah atas swasta dan dengan program kepesantrenan. Sebenarnya, aku bukan penulis handal yang bisa membuat pembaca berdecak kagum dengan karyaku, hanya saja aku suka menulis apapun yang sekiranya bisa kubaca sendiri. Entah itu kisah sendiri atau kisah orang lain.

Berita Terkait

Belajar Tulus dari Hati Suhita
[CERPEN] You Can Call Me, Saaa…
Antara Komitmen dan Setia
Kumpulan Puisi Fardan,d 
Sepucuk Harapan M. Yamin
Aroma Kemerdekaan
Penyesalan Masa Tua
Hidup Menjadi Anak Garam

Berita Terkait

Minggu, 14 September 2025 - 01:35 WIB

Belajar Tulus dari Hati Suhita

Sabtu, 13 September 2025 - 04:33 WIB

Kumpulan Sajak Nuril Izza Afgarina

Sabtu, 16 Agustus 2025 - 10:05 WIB

[CERPEN] You Can Call Me, Saaa…

Selasa, 12 Agustus 2025 - 07:35 WIB

Antara Komitmen dan Setia

Senin, 14 Juli 2025 - 19:18 WIB

Kumpulan Puisi Fardan,d 

Berita Terbaru