SAMPANG || KLIKMADURA – Musyawarah Desa (Musdes) di Desa Palenggiyan, Kecamatan Kedungdung, Kabupaten Sampang, menuai sorotan tajam.
Forum yang seharusnya menjadi wadah tertinggi pengambilan keputusan desa ini diduga cacat prosedur karena tidak melibatkan Badan Permusyawaratan Desa (BPD).
Ketua BPD Palenggiyan, Abdha Alif Zaini, mengaku kecewa. Ia menegaskan bahwa Musdes yang digelar Pj. Kepala Desa Palenggiyan, Ririn Fatimah, tidak pernah ada koordinasi resmi dengan dirinya.
“Musdes tidak ada pemberitahuan kepada ketua BPD. Hanya satu orang yang diundang lewat telepon, tanpa undangan resmi. Itupun tanpa sepengetahuan saya,” ungkap Abdha, Kamis (25/9/2025).
Menurutnya, hal itu merupakan pelanggaran serius. Berdasarkan Permendagri No. 16 Tahun 2019, ketua BPD memiliki mandat penuh untuk memimpin Musdes, bukan kepala desa atau perangkat desa lain.
Tak hanya itu, Abdha juga menyoroti adanya indikasi penggandaan stempel BPD pada dokumen hasil Musdes tersebut.
“Stempel resmi BPD ada di saya. Tapi dalam dokumen yang beredar, justru terlihat ada penggunaan stempel BPD. Itu jelas indikasi penggandaan,” tegasnya.
Abdha menilai dugaan pemalsuan stempel bisa merusak legitimasi dokumen Musdes. Jika benar terjadi, hal itu bukan hanya mencederai integritas pemerintahan desa, tetapi juga berpotensi menyeret masalah hukum.
Upaya konfirmasi ke Pj Kades Palenggiyan, Ririn Fatimah, tidak membuahkan hasil. Nomor teleponnya tidak merespons, sementara pesan WhatsApp juga tak dijawab hingga berita ini diturunkan.
“Diamnya Pj Kades menambah tanda tanya besar. Kalau Musdes itu benar dan sesuai aturan, harusnya berani menjelaskan ke publik. Bukan bungkam. Justru diam memperkuat dugaan pelanggaran,” tandas Abdha.
Indikasi penggandaan stempel BPD bisa masuk ranah pidana. Pasal 263 KUHP mengatur, pemalsuan surat dapat dipidana penjara hingga enam tahun.
Sementara, Pasal 266 KUHP menyebutkan, pihak yang memasukkan keterangan palsu ke dalam akta otentik juga dapat dijerat pidana. (san/nda)