PAMEKASAN || KLIKMADURA – Benang kusut status lahan di Pantai Jumiang, Desa Tanjung, Kecamatan Pademawu yang bakal digarap PT. Budiono Madura Bangun Persada perlahan mulai terkuak.
Lahan seluas 12 hektare yang rencananya akan digarap tambak garam itu statusnya hak milik atas nama Syafi’i dan beberapa orang lainnya. Namun, proses peralihan dari tanah negara ke hak milik diduga terjadi maladministrasi.
Dengan demikian, nelayan meminta Badan Pertanahan Nasional (BPN) Pamekasan mencabut SHM tersebut. Kemudian, mengembalikan status lahan pantai itu menjadi milik negara.
Nur Faisal, mewakili para nelayan mengungkapkan, lahan seluas 12 hektare itu dipecah menjadi tujuh SHM yang terbit pada tahun 2001.
Sebelum menjadi hak milik perseorangan, lahan tersebut statusnya tanah negara yang dikelola oleh PT. Wahyu Jumiang dengan status Sertifikat Hak Pakai (SHP). Yakni, antara tahun 1988 hingga 1998.
“Kami menemukan kejanggalan dalam proses peralihan hak tersebut. Tanah yang awalnya seluas 20 hektare, menyusut menjadi 15 hektare, dan kini tinggal 12 hektare. Kami menduga ada maladministrasi yang melibatkan oknum Badan Pertanahan Nasional (BPN) Pamekasan,” ungkapnya.
Faisal menyampaikan, nelayan akan terus memperjuangkan agar SHM tanah tersebut dicabut. Sebab, diyakini alihfungsu tanah negara menjadi milik perorangan itu dilakukan dengan cara tidak sah.
“Kami akan terus mengawal kasus ini hingga 7 SHM atas nama Syafi’i dan kawan-kawan itu dicabut. Kami ingin memastikan bahwa tanah negara dikembalikan sesuai peruntukannya,” katanya.
Sementara, Kepala Seksi Pengendalian dan Penanganan Sengketa BPN Pamekasan, Puguh Haryono, belum bisa menunjukkan dokumen terkait peralihan hak dari SHP PT. Wahyu Jumiang menjadi SHM atas nama Syafi’i dan kawan-kawan.
Alasannya, karena data tersebut bersifat rahasia dan hanya bisa diakses oleh pihak-pihak tertentu. Dengan demikian, BPN tidak bisa sembarangan membuka kepada publik.
Puguh memastikan bahwa penerbitan SHM atas nama Syafi’i dan kawan-kawan sesuai dengan prosedur hukum yang berlaku pada saat itu.
“Kalau sertifikat sudah terbit, itu berarti prosesnya sudah sesuai dengan ketentuan yang berlaku saat itu,” tandasnya. (ibl/diend)