Ternyata Semudah Itu Lho Bertani Semi Organik

- Jurnalis

Sabtu, 30 Desember 2023

facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

Mantan Rektor Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Madura. Prof. Dr. H. Mohammad Kosim, M.Ag., semasa hidup. (DOK. KLIKMADURA)

Mantan Rektor Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Madura. Prof. Dr. H. Mohammad Kosim, M.Ag., semasa hidup. (DOK. KLIKMADURA)

Oleh: Tim Konsensus Bhiruh Dheun

SAAT proses pengumpulan data lapangan untuk penelitian di bidang pertanian, tim Konsensus Bhiruh Dheun menemukan fakta bahwa mayoritas petani konvensional di Blega Bangkalan tidak tertarik atau tidak mau mencoba teknik pertanian organik.

Beberapa alasan ketidaktertarikan mereka, diantaranya karena mereka menganggap pertanian organik ini sangat merepotkan dan pasti akan melelahkan.

Selain itu mereka juga merasa takut gagal panen jika mencoba pertanian organik ini karena minimnya pengetahuan di bidang tersebut.

Namun fakta bahwa petani semi organik yang kami temui telah berhasil menjaga kelestarian lingkungan sekaligus berhasil meningkatkan hasil panennya, membuat kami tidak menyerah begitu saja untuk mulai mengajak petani konvensional agar mulai beralih kepada pertanian semi organik.

Sebagai pengingat kembali, bahwa petani semi organik selain mampu menjaga kesuburan tanah, mereka juga mampu menghasilkan laba hingga 1000% dibandingkan petani konvensional yang hanya mampu menghasilkan laba sebesar 100% saja. Hal ini membuktikan bahwa sistem pertanian semi organik mampu mengungguli pertanian konvensional.

Baca juga :  DPRD Pamekasan Berada di Garda Terdepan Perjuangkan Kesejahteraan Petani Tembakau

Oleh karena itu, jika sistem pertanian semi organik ini bisa dipraktikkan oleh masyarakat luas, hal ini tentu bisa menjamin keberlanjutan mata pencaharian petani sekaligus bisa meningkatkan kesejahteraan petani.

Pada perkembangan selanjutnya, sistem pertanian semi organik ini bisa meningkat menjadi sistem pertanian organik seutuhnya.

Proses mengajak petani konvensional untuk beralih kepada sistem pertanian semi organik rupanya tak semudah membalikkan telapak tangan.

Walaupun telah kami coba menjelaskan profit yang diperoleh petani semi organik, mereka tetap menunjukkan sikap kurang tertarik. Akhirnya kami mencoba untuk mengajak beberapa petani untuk praktek membuat pupuk organik terlebih dahulu.

Kami terjun bersama para petani, membuat pupuk organik bersama, agar mereka tidak merasa sedang digurui atau kami hanya sekedar omong kosong. Rupanya praktik membuat pupuk cair organik berlangsung dengan lancar dan menyenangkan.

Para petani akhirnya menyadari sendiri bahwa membuat pupuk sendiri itu sangat mudah, murah, dan menghemat waktu. Karena sekali membuat pupuk, bisa dipakai untuk waktu 4 tahun.

Baca juga :  Nasib Ibu Rumah Tangga dan Efek Domino Kenaikan PPN 12 Persen

Dari ketertarikan awal ini, kami lanjutkan lagi dengan mengajak salah satu petani untuk mencoba pupuk yang sudah dibuat dengan membuat lahan uji coba (demonstration plot/demplot) sebagai langkah awal praktik pertanian semi organik.

Demplot pertama diujicobakan pada sepetak ladang jagung dan lahan pekarangan rumah untuk menanam singkong. Tim Konsensus Bhiruh Dheun juga ikut terjun bersama petani dalam mengelola demplot.

Dengan demikian, petani pun semakin bersemangat, karena kami berusaha kongruen dengan petani, menjadi seperti bagian dari mereka seutuhnya, sehingga mereka tidak merasa digurui.

Sampai tulisan ini dibuat, hasil pemakaian pupuk cair organik pada lahan cukup memuaskan bagi petani. Tanaman jagung dan singkongnya tumbuh subur walaupun tanpa tambahan pupuk kimia sama sekali.

Si petani juga menyaksikan sendiri perbedaan tanamannya dengan tanaman petani konvensional di lahan yang berdampingan. tanaman jagung organiknya lebih hijau dan segar.

Hal ini kemudian semakin menambah keyakinan petani bahwa pupuk organik bisa mengungguli pupuk kimia.

Baca juga :  30 Kilogram Narkoba Terapung: Madura Diincar, Moral Diterkam

Namun ada kendala yang ditemui oleh petani, diantaranya curah hujan yang tak menentu menyebabkan lahan kekurangan air. Karena lahan termasuk tadah hujan, jadi curah hujan sangat menentukan pertumbuhan tanaman.

Selain itu gangguan hama ulat, wereng, dan serangga lainnya juga cukup mengganggu dan mengancam tanaman. Banyak tanaman petani konvensional yang sudah rusak karena hama tersebut.

Sementara tanaman petani organik ini masih bertahan dengan disemprot menggunakan air rendaman kulit bawang. Hingga saat ini lahan demplot masih terus dipantau.

Dari semua yang dilakukan oleh petani di atas dalam upaya menerapkan pertanian organik rupanya tidak serumit dan melelahkan seperti yang dibayangkan sebelumnya.

Bahkan kini mereka merasa bersyukur karena tidak perlu mengeluarkan uang untuk membeli pupuk yang semakin mahal harganya.

Jika ada kendala yang ditemui dalam bertani organik, hal tersebut juga ditemui oleh petani konvensional.

Dari demplot yang sudah dibuat ini, semoga nantinya akan banyak petani lain yang juga tertarik untuk beralih kepada pertanian organik. (*)

Berita Terkait

Ketika Penis Patung Lebih Berguna daripada Pena Wartawan
Cyber-Utopianisme dan Realitas Generasi Muda
Saya Bukan Pejuang Kebenaran dan Keadilan. Toh Saya Masih Membela Orang Salah
Pilih: Rp 15 Juta Menjual Kejujuran? Atau Rp 100 Juta Hanya untuk Cari Data?
Kenaikan Harga Cukai Rokok Harus Ditinjau Ulang
Dari Timur Tengah ke Ujung Timur Madura, Cengkalan
Terobosan Bea Cukai Madura untuk Masa Depan Industri Legal
Korkab BSPS Hilang?

Berita Terkait

Rabu, 30 Juli 2025 - 22:51 WIB

Ketika Penis Patung Lebih Berguna daripada Pena Wartawan

Senin, 28 Juli 2025 - 08:35 WIB

Cyber-Utopianisme dan Realitas Generasi Muda

Minggu, 27 Juli 2025 - 22:46 WIB

Saya Bukan Pejuang Kebenaran dan Keadilan. Toh Saya Masih Membela Orang Salah

Minggu, 27 Juli 2025 - 13:24 WIB

Pilih: Rp 15 Juta Menjual Kejujuran? Atau Rp 100 Juta Hanya untuk Cari Data?

Kamis, 24 Juli 2025 - 02:53 WIB

Kenaikan Harga Cukai Rokok Harus Ditinjau Ulang

Berita Terbaru