Oleh: Fauzi As, Pengamat Kebijakan Publik.
——–
Apakah persahabatan dibangun dengan standar Khofifah? Begitu kira-kira cuplikan percakapan telepon seseorang di seberang sana. Percakapan itu terdengar cukup jelas antara tokoh publik dengan sahabatnya.
Terlihat dan terdengar jelas dari intonasi dan raut wajah yang serius seolah sedang menggambarkan kekecewaan mereka. Khofifah? Ya, yang dimaksud dalam percakapan itu adalah “gubernur”.
Pembahasan panjang mereka tidak bergeser dari pelantikan PW Ansor Jawa Timur yang baru selesai diselenggarakan. Suasana makin tegang ketika masuk pada substansi kegiatan. Bahkan tidak sedikit yang berpendapat seolah sang gubernur tidak peduli terhadap TNI.
Di tengah banjir sorotan RUU TNI dan badai pecah-belah, Khofifah justru menunjukkan sosok pemimpin dengan gaya kaku. Padahal kegiatan itu diselenggarakan dengan tema “Manunggal Bersama TNI.”
Tema ini bukan sekedar tagline, bukan bunyi toa penjual jamu. Tetapi, tema yang mampu menginjeksi darah juang. Perekat rakyat bersama TNI.
Pertanyaan publik yang belum terjawab adalah: “Apa yang menjadi penyebab Khofifah tidak hadir?.” Wagubnya tidak hadir, Sekda Provinsi juga tidak hadir. Wallahu a’lam. Kata seorang anggota Banser yang biasa ngatur lalu lintas.
“Ketidak hadiran gubernur tanpa penjelasan mirip dengan naiknya harga sembako tanpa pemberitahuan.” Tak cukup sampai disitu, isu tentang dugaan terjadinya penggembosan dalam acara pelantikan PW Ansor Jatim makin menguat paska tersebarnya sebuah video.
Eits.. Tunggu dulu netizen…!! Sebelum lanjut membaca, lebih asyik jika tulisan ini dinikmati bersamaan secangkir kopi Prancak, kopi khas berasal dari Pasongsongan Sumenep.
Kopi ini dari kampungnya Syafril (Ketua PW Ansor Jatim) dilahirkan. Paling tidak dapat mengurangi potensi tegang, agar tidak ada yang salah mencerna lalu tersinggung.
Polemik di atas sebetulnya tidak ingin saya tulis karena menyangkut organisasi besar Vs Ibu besar. Tapi sekali lagi jangan terlalu serius lah. Anggap saja air kumur untuk membersihkan mulut yang sedang bau.
Ini seperti cerita santri yang kentut saat kerja bakti. Terasa baunya terdengar bunyinya tapi tak ada yang berani tunjuk tangan apa lagi acung tangan.
Absennya beberapa tokoh dalam acara Apel Bersama TNI seperti Kapolda Jawa Timur, Ketua PW NU Jawa Timur dan beberapa tokoh lain cukup menyisakan tanda tanya.
Padahal, menurut informasi beberapa orang, sebelumnya para tokoh itu menyatakan siap hadir, lalu lenyap tak tampak wajahnya.
Tanda tanya berikutnya adalah isu berkaitan dengan dugaan operasi penggembosan. Apakah benar adanya? atau hanya perasaan orang-orang baper dan merasa penting saja.
Meski mbah google masih menyimpan pemberitaan tentang Khofifah di masalalu, dengan judul “Khofifah vs Gus Ipul identik ‘perang’ Muslimat NU lawan GP Ansor.” Tapi itu masalalu tak mungkin Khofifah dendam apa lagi sakit hati pada organisasi.
Hanya saja, aroma semakin menguat ketika Emil (Wagub) yang diundang sebagai Dewan Penasehat Ansor juga ikut-ikutan tidak hadir. Seolah Emil sebagai pemimpin muda Jawa Timur ikut ambil posisi dalam bidak catur yang keliru. Padahal dalam catur politik selalu ada umpan yang sengaja dipasang di tepi jurang.
Potongan video Sekda Provinsi yang mengatakan bahwa “Jatim Expo bukanlah sebagai ukuran bahwa organisasi maju dan berkembang,” seolah sedang mengkonfirmasi posisi dan suasana kebatinan Khofifah dalam menyikapi kegiatan Manunggal bersama TNI.
Sekda seolah lupa kalau kegiatan di Jatim International Expo itu tidak hanya rakyat Ansor dan Banser. Tetapi ada TNI dari tiga matra yang sedang berupaya berdiri bersama menjaga NKRI.
Dari sisi yang lain, ada yang mengatakan bahwa Khofifah sebagai Gubernur Jatim pasti punya kesibukan level langit. Khofifah tidak seperti emak emak yang menghabiskan waktu bergosip dengan pedagang sayur.
Dia sedang sibuk ngurus Bank Jatim yang kemalingan. Atau sedang mencari cara bagaimana dana hibah provinsi bisa balik ke negara lagi.
Khofifah yang sedang memasuki periode terakhir menjabat wajib memiliki legasi. Citra baik sebagai pejabat sekaligus kader NU. Paling tidak Khofifah punya karya yang memukau seperti keindahan patung David “Michelangelo”.
Pesan moralnya adalah, jika algoritma AI ingin membuat robot makin manusiawi, jangan sampai manusia manjadi robot yang di kendalikan hawa nafsunya. (*)
——-
Tulisan ini merupakan opini pribadi penulis dengan demikian seluruh isi opini merupakan tanggung jawab penulis.