Madura Provinsi, Ijtihad KH. Moh. Tidjani Djauhari Bersama Kiai BASSRA

- Jurnalis

Senin, 8 Desember 2025

facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

Oleh: Dr. KH. Ahmad Fauzi Tijdani., MA, Pimpinan dan Pengasuh Ponpes Al-Amien Prenduan.

———–

GAGASAN besar tentang Madura sebagai provinsi bukanlah wacana baru yang lahir dari ruang politik semata. Gagasan ini berakar dari ijtihad luhur almarhum KH. Moh. Tidjani Djauhari, M.A. bersama para kiai yang tergabung dalam Badan Silaturrahim Ulama Pesantren Madura (BASSRA).

Ijtihad itu lahir bukan karena ambisi kekuasaan, melainkan karena keikhlasan dan tanggung jawab moral terhadap masa depan Madura. Para ulama sepuh melihat dengan jernih bahwa Madura membutuhkan ruang gerak yang lebih luas untuk berkembang, baik dalam bidang ekonomi, pendidikan, sosial, maupun spiritual.

Bagi mereka, Madura tidak cukup hanya menjadi penonton dalam panggung pembangunan Jawa Timur. Pulau ini memiliki potensi besar dan sumber daya manusia yang tangguh. Namun tanpa kewenangan yang memadai, potensi itu akan terus terkunci di balik sekat birokrasi yang panjang.

Karena itu, gagasan menjadikan Madura sebagai provinsi adalah bentuk ijtihad kebangsaan, sebuah usaha ikhlas untuk memperjuangkan kesejahteraan masyarakat melalui jalan konstitusional. Semoga cita-cita luhur yang dirintis para ulama itu dapat diteruskan dan diwujudkan oleh generasi penerus Madura hari ini.

Baca juga :  Mulailah Jalan Kaki

Dalam konteks itulah, hadirnya buku ”Merajut Mimpi, Madura Provinsi” karya Prengki Wirananda menjadi sangat penting dan relevan. Buku ini bukan sekadar tulisan akademik, tetapi gema intelektual dari semangat yang telah disulut para kiai BASSRA puluhan tahun silam.

Penulis muda ini menghidupkan kembali api perjuangan itu dengan cara yang ilmiah, sistematis, dan penuh empati. Ia menulis dengan kepala yang jernih dan hati yang tulus, dua hal yang sering kali langka dalam perdebatan publik tentang otonomi daerah.

Karya ini tidak lahir dari ruang kosong. Ia tumbuh dari kesadaran bahwa Madura memiliki segala syarat untuk berdiri sebagai provinsi yang mandiri. Lautnya kaya, tanahnya subur, masyarakatnya pekerja keras, dan budayanya berakar kuat.

Ribuan pesantren berdiri tegak menjadi benteng penjaga moral di tengah perubahan zaman. Dari ruang-ruang ngaji dan bilik-bilik santri, lahir nilai-nilai kejujuran, kesederhanaan, dan tanggung jawab sosial.

Pesantren bukan hanya lembaga pendidikan agama, tetapi pusat pembentukan karakter dan kesadaran kebangsaan. Dari sana, gagasan Madura provinsi mendapatkan legitimasi spiritualnya.

Baca juga :  Konsisten Gelorakan Penghijauan, TMI Al Amien Prenduan Menuju Green Pesantren

Buku ini memperkuat kembali peran pesantren sebagai penjaga nurani publik, tempat di mana semangat perubahan dibingkai oleh nilai moral dan cinta tanah air. Kemudian, yang menjadikan karya ini berharga bukan hanya karena argumentasinya kuat dan berbasis data, tetapi juga karena ia ditulis dengan semangat moral.

Prengki menempatkan diri bukan sekadar sebagai peneliti, tetapi sebagai anak Madura yang ingin memberi makna bagi tanah kelahirannya. Ia tidak menulis untuk menuntut, tetapi untuk mengajak berpikir, menyalakan kembali optimisme yang sempat redup di hati banyak orang.

Sebagai pembaca, saya merasakan bahwa buku ini adalah jembatan antara idealisme ulama dan rasionalitas akademik. Ia menjahit ijtihad spiritual para kiai dengan analisis ilmiah yang kontekstual. Dalam satu tarikan napas, karya ini menyatukan masa lalu, masa kini, dan masa depan Madura menjadi satu kesadaran utuh bahwa perjuangan belum selesai.

Gagasan Madura sebagai provinsi bukanlah bentuk perlawanan terhadap siapa pun, tetapi upaya untuk menegakkan keadilan pembangunan. Madura hanya ingin diberi kesempatan mengelola sumber dayanya sendiri, menentukan arah kebijakannya sendiri, dan menyejahterakan rakyatnya dengan caranya sendiri. Dengan otonomi penuh, Madura akan lebih leluasa membangun jalan, pelabuhan, pendidikan, dan lapangan kerja sesuai kebutuhan nyata masyarakatnya.

Baca juga :  Bertemu Wapres Ma'ruf Amin, Ulama Madura Serahkan Usulan Pembentukan Provinsi Madura

Saya menyampaikan apresiasi dan dukungan penuh kepada Prengki Wirananda atas keberanian dan dedikasinya menghidupkan kembali gagasan ini melalui karya ilmiah yang mencerahkan. Buku ini bukan sekadar bacaan, tetapi dokumen perjuangan intelektual yang lahir dari cinta dan tanggung jawab terhadap tanah air. Prengki telah menunjukkan bahwa pena bisa menjadi senjata yang lebih tajam dari retorika, senjata yang menyalakan harapan dan menuntun kesadaran.

Semoga buku ini menjadi bagian dari perjalanan panjang untuk mewujudkan cita-cita para ulama Bassra. Bahwa suatu hari nanti, Madura benar-benar berdiri tegak sebagai provinsi yang mandiri, adil, dan bermartabat sebagaimana diimpikan dalam ijtihad suci KH. Moh. Tidjani Djauhari dan para kiai Madura yang telah lebih dahulu berjuang. (*)

———–

Narasi ini dikutip dari buku Merajut Mimpi Madura Provinsi karya Prengki Wirananda.

Berita Terkait

Madura Provinsi, Ikhtiar Menuju Keadilan Sosial
Spirit Keadilan dalam Ikhtiar Madura Provinsi
Merajut Harapan, Menyulam Perubahan
Kue dalam Keranjang?
Mengenal Kadam Sidik, Pendakwah Muda Idola Kaum Hawa Asli Bangkalan
Sebuah Resolusi 2025
Nikmatnya Solo Travel 
Tentang Mindset yang Kacau

Berita Terkait

Senin, 22 Desember 2025 - 22:51 WIB

Madura Provinsi, Ikhtiar Menuju Keadilan Sosial

Senin, 15 Desember 2025 - 06:00 WIB

Spirit Keadilan dalam Ikhtiar Madura Provinsi

Selasa, 9 Desember 2025 - 00:08 WIB

Merajut Harapan, Menyulam Perubahan

Senin, 8 Desember 2025 - 04:02 WIB

Madura Provinsi, Ijtihad KH. Moh. Tidjani Djauhari Bersama Kiai BASSRA

Selasa, 28 Januari 2025 - 10:37 WIB

Kue dalam Keranjang?

Berita Terbaru

Penulis buku Merajut Mimpi Madura Provinsi, Prengki Wirananda (kiri) menyerahkan hasil karyanya kepada Wakil Ketua DPRD Pamekasan, Ismail. (ISTIMEWA)

#AndaHarusTahu

Madura Provinsi, Ikhtiar Menuju Keadilan Sosial

Senin, 22 Des 2025 - 22:51 WIB