SUMENEP || KLIKMADURA – Kabar adanya aliran duit haram hasil pemotongan program Bantuan Stimulan Perumahan Swadaya (BSPS) mengalir ke oknum wartawan ternyata bukan berita bohong.
Koordinator Fasilitator BSPS Kabupaten Sumenep, Rizky Pratama mengakui adanya aliran dana kepada juru tulis itu. Bahkan, setiap transaksi dicatat secara terperinci lengkap dengan nama dan nominal.
Kemudian, yang lebih mengejutkan, catatan transaksi tersebut ternyata ikut disita oleh tim dari Kejaksaan Tinggi (Kejati) Jawa Timur pada saat menggeledah rumah Rizky.
Pengamat Kebijakan Publik, Fauzi AS mengatakan, menurut pengakuan Rizky, nominal uang yang diberikan kepada oknum wartawan tersebut sangat besar. Angkanya mencapai Rp 500 juta.
Uang tersebut diberikan di sejumlah tempat. Salah satunya, di Kafe milik pengusaha muda di Kabupaten Sumenep.
“Ada semua catatannya, siapa saja yang menerima dan nominalnya berapa, itu semua ada,” kata Fauzi kepada Klik Madura.
Catatan tersebut ikut disita oleh Kejati Jatim pada saat menggeledah kediaman Rizky. Dengan demikian, selanjunya tinggal korps adhyaksa apakah akan membeber para penerima uang haram itu atau hanya akan berhenti di Rizky.
Namun, Fauzi berharap dan mendorond agar kejaksaan mengusut secara tuntas. Siapa pun yang menerima dan menikmati duit haram hasil pemotongan BSPS itu, diminta diungkap dan ditindaklanjuti secara serius.
Termasuk, oknum wartawan yang disebut juga menikmati uang tersebut. Sebab, dugaan keterlibatan wartawan itu bukan hanya menyakiti para penerima bantuan, tetapi juga mengkhianati profesi jurnalis.
“Saya mendorong agar kejaksaan mengusut tuntas pihak-pihak yang diduga juga menikmati uang BSPS ini. Tidak peduli orang itu ada di lingkaran siapa, jika memang terlibat wajib ditindak tegas,” katanya.
Untuk diketahui, program BSPS merupakan program bantuan pembangunan rumah bagi masyarakat berpenghasilan rendah (MBR).
Pemerintah pusat menggelontorkan anggaran dari APBN sebesar Rp 445,81 miliar untuk 22.258 penerima di seluruh Indonesia.
Sementara, Kabupaten Sumenep sendiri menerima anggaran paling besar, yakni Rp 109,80 miliar untuk 5.490 penerima.
Sayangnya, bantuan yang diprakarsai Kementerian Perumahan dan Kawasan Permukiman (PKP) itu diduga jadi ladang korupsi.
Bahkan, uang haram hasil korupsi itu diduga mengalir ke sejumlah pihak, mulai kabid, oknum anggota dewan hingga oknum wartawan. (pw)