SUMENEP || KLIKMADURA – Gelombang penolakan terhadap aktivitas tambang migas di Kepulauan Kangean terus meluas. Ratusan warga, aktivis, dan nelayan setempat kembali menggelar Aksi Laut Jilid II di perairan Kangean Barat, Selasa (7/10/2025).
Aksi tersebut dilakukan untuk mengusir kapal-kapal milik PT KEI yang sejak akhir Agustus 2025 beroperasi di laut Kangean bagian barat.
Demonstran menilai keberadaan kapal-kapal itu mengancam ruang hidup nelayan dan merusak ekosistem laut.
Mereka menuntut, PT KEI serta pihak terkait mematuhi Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2007 mengenai Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil.
Koordinator Aksi Nelayan Kangean Utara, Akhmad Yani mengatakan, kegiatan tambang migas telah menimbulkan keresahan sosial di tengah masyarakat.
Sejak kapal-kapal survei datang, kata dia, banyak nelayan tidak berani melaut karena wilayah tangkap mereka terganggu aktivitas industri.
“Laut ini adalah kehidupan kami, bukan tempat untuk dikeruk. Aktivitas seismik dan tambang migas membuat kami kehilangan ruang hidup,” katanya.
Sementara itu, Koordinator Nelayan Kangean Selatan, Miftahul Anam menyebut, pemerintah seharusnya berpihak pada masyarakat, bukan pada perusahaan.
Menurutnya, aktivitas industri ekstraktif di wilayah pulau kecil seperti Kangean sangat berisiko menimbulkan kerusakan ekologis jangka panjang.
“Pemerintah harus sadar bahwa Kangean ini pulau kecil, ekosistemnya rapuh. Sekali rusak, sulit dipulihkan,” ujarnya.
Dalam orasinya, massa menyuarakan sejumlah tuntutan. Mereka mendesak pemerintah pusat dan daerah segera menghentikan seluruh rencana eksplorasi dan tambang migas di darat maupun laut Kangean.
Sebab, aktivitas tersebut dinilai mengancam keberlanjutan lingkungan, biota laut, dan perekonomian nelayan.
Para nelayan juga meminta Syahbandar Kangean tidak lagi memberikan izin berlabuh kepada kapal survei seismik 3D. Mereka menilai, kehadiran kapal-kapal tersebut merupakan tanda awal eksploitasi besar-besaran di wilayah tangkap nelayan.
Selain itu, massa menuntut pihak perusahaan bertanggung jawab atas perubahan sosial dan ekonomi masyarakat yang terganggu akibat aktivitas migas.
Mereka juga menyerukan kepada Gubernur Jawa Timur Khofifah Indar Parawansa dan Bupati Sumenep Achmad Fauzi agar segera mengambil langkah tegas untuk menghentikan aktivitas kapal survei di perairan Kangean.
Nelayan turut mendorong Menteri Kelautan dan Perikanan melakukan audit terhadap PT KEI, serta meminta ESDM Jawa Timur memanggil SKK Migas Jabanusa guna menghentikan seluruh aktivitas eksplorasi di perairan dangkal Kangean.
Aliansi Nelayan Kangean menegaskan akan terus melakukan aksi hingga seluruh aktivitas tambang migas benar-benar dihentikan.
Mereka menyebut laut bukan sekadar sumber ekonomi, tetapi juga ruang hidup dan warisan leluhur yang harus dijaga dari ancaman eksploitasi industri.
Sebagai informasi, Kepulauan Kangean memiliki luas hanya sekitar 648,56 kilometer persegi, jauh di bawah batas 2.000 kilometer persegi yang tergolong sebagai pulau kecil. (nda)