PAMEKASAN || KLIKMADURA – Petani garam di Kabupaten Pamekasan kembali harus menelan pil pahit. Harga garam rakyat di Desa Polagan anjlok drastis sejak Agustus 2025 akibat fenomena kemarau basah yang melanda wilayah Madura.
Curah hujan yang masih turun di musim kemarau membuat proses produksi terganggu. Garam sulit mengering, kualitasnya menurun, dan harga jual pun ikut jatuh.
Saat ini, harga garam hanya berada di kisaran Rp 1.050–Rp 1.100 per kilogram. Padahal, pada bulan Juli lalu harganya masih stabil di angka Rp 1.400–Rp 1.500 per kilogram.
Kondisi ini membuat petani resah karena biaya produksi tidak sebanding dengan pendapatan yang diperoleh.
Sarip, salah satu petani garam di Desa Polagan, mengaku sangat kesulitan mengeringkan garam akibat cuaca yang tidak menentu. Menurutnya, kualitas garam jadi rendah, sementara ongkos produksi dan perawatan tambak tetap harus dikeluarkan.
“Kalau begini terus, petani jelas yang paling rugi. Garam tidak bisa kering maksimal, hasilnya jelek, harga pun turun,” ungkap Sarip, Senin (1/9/2025).
Hal senada disampaikan Mur, petani garam lainnya. Ia berharap pemerintah segera turun tangan untuk membantu menstabilkan harga sekaligus menyerap hasil panen garam rakyat.
“Harapan kami sederhana, pemerintah bisa membantu menstabilkan harga dan menyerap hasil panen. Kalau terus dibiarkan, kami yang rugi besar,” ujarnya.
Para petani menilai kebijakan nyata dari pemerintah sangat dibutuhkan, mulai dari pemberian subsidi, penyediaan fasilitas pengolahan, hingga penyerapan hasil panen secara langsung.
Tanpa intervensi tersebut, mereka khawatir semakin banyak petani yang meninggalkan tambak karena tidak sanggup menanggung kerugian.
Fenomena kemarau basah ini menjadi tantangan tersendiri bagi sentra garam rakyat di Pamekasan.
Selain menurunkan produktivitas, kondisi tersebut juga mengancam stabilitas harga dan keberlangsungan hidup ribuan keluarga petani garam di Madura. (ham/nda)
——-
PENULIS: Ilham, Mahasiswa KPI UIN Madura mengikuti program magang mandiri di Klik Madura.