Life Style

Bukan Sembarang Jihad: Menelisik Jejak Santri di Negeri Sakura 

×

Bukan Sembarang Jihad: Menelisik Jejak Santri di Negeri Sakura 

Sebarkan artikel ini
Tri Suci Widianti, alumnus Ponpes Al-Amien Prenduan yang saat sekarang melanjutkan studi di Jepang.

Tuntutlah Ilmu Sampai ke Negeri China…

Kisah ini bukan perjuangan di Negeri China, melainkan di Negeri Sakura, Jepang.

Kisah santri lulusan Ponpes Al Amien Prenduan yang menginjakkan kaki di tempat matahari terbit untuk menjemput janji kehidupan yang lebih baik.

—————-

Imdad Faiha Ila Sabila, Reporter Klik Madura

KISAH santri yang berani menggali potensi diri dan tak pernah membatasi mimpi. Sebut saja ini kisah  santri yang  seringkali dianggap hanya bisa mengajar ngaji ataupun mentok menjadi pengajar agama.

Terkadang  punya  mimpi yang sulit diungkap karena merasa mustahil dengan bekal yang  bisa dikatakan minim, lalu  dapat berangkat ke luar negeri hanya dengan modal bahasa Inggris  yang tak seberapa. Mungkin hanya percakapan sehari-hari, selebihnya menabung keterampilan lain untuk  menjadi perekat doa ibu.

Sebetulnya, pesantren tak pernah membatasi mimpi santri. Justru menjadi wadah untuk belajar dan meningkatkan banyak keterampilan. Lingkungan yang supportif dan tidak mengenal baground keluarga, tentu menjadi tempat ternyaman Tri Suci Widianti untuk bertumbuh.

Mendapatkan dukungan penuh dari berbagai pihak memicu semangatnya untuk menggapai mimpi tersebut. Di pesantren, bekal ilmu dan keterampilan aktif ditawarkan pada santri berupa teori dan praktik agar santri-santriwati dapat berkarya dan berdaya dengan keterampilan yang mereka miliki.

Tidak ingin membuang kesempatan belajar yang luar biasa ini, Winda berani merajut mimpinya di tanah samurai yang indah yakni Negara Jepang. Sebelum ”nyantri”, terbesit di benak Winda ingin menjadi pelajar di luar negeri  dengan penuh kesadaran  bahwa cita-cita itu tak mudah diwujudkan dengan hanya pasrah pada taqdir.

Salah satu ikhtiar Winda adalah masuk pesantren dan menjadi santri di Pondok Pesantren Al-Amien Prenduan setelah lulus dari sekolah menengah pertama. Minatnya dalam mempelajai bahasa asing utamanya Bahasa Inggris tak salah tempat.

Baca juga :  Tumbuhkan Jiwa Leadership Pengurus, HMPS ES IAIN Madura Gelar Diklat Kepemimpinan

Pesantren Al-Amien Prenduan menjadi pilihan Winda, selain karena di sana seluruh santri diwajibkan menggunakan dua bahasa resmi yakni Arab dan Inggris, juga tidak hanya fokus pada kajian kitab namun juga memberikan fasilitas dan wadah bagi santri-santrinya untuk menemukan potensi melalui kompetensi pilihan mereka.

Perjalanan jihadnya dimulai pada tahun 2015, konsisten menghafal vocabularies sebelum tidur dan sesudah subuh minimal lima vocab setiap harinya dirancang menjadi sebuah kalimat.

Rutinitas kecil ini menjadi langkah Winda untuk menyelaraskan disiplin pesantren dengan peningkatan keterampilan bahasa yang akan ia jadikan bekal untuk melanjutkan studi ke Jepang.

Lika-liku perjalanan yang cukup menguji mental ia jalani, mulai dari ujian toefl sebanyak lima kali dengan hasil yang minim, mendaftar berbagai universitas di Indonesia juga dinyatakan belum lolos seleksi.

Akhirnya, taqdir menjawab doa Winda untuk mendapatkan biaya pendidikan melalui beasiswa yang langsung diberikan pihak kampus. Tentu, melalui beberapa tahapan dan persyaratan yang  cukup banyak.   Winda akhirnya  melabuhkan pilihannya di Nippon Bunri University mengambil jurusan ekonomi.

“Meskipun tidak full funded, namun beasiswa ini cukup meringankan biaya pendidikan saya, nominalnya cukup bisa meng-cover 40 persen dari biaya pendidikan yang sebenarnya,“  ungkap Winda.

Bayangkan ikut tes toefl berkali-kali tapi belum memenuhi syarat nilai yang ditentukan dari pihak kampus! Menyerah? tentu tidak. Winda terus melanjutkan jihadnya sesuai dengan tujuan awal, yakni menimba ilmu.

Japan memang seringkali menjadi negara tujuan  masyarakat Indonesia utamanya pelajar untuk menimba ilmu sekaligus mengadu nasib di Tanah Samurai yang dikenal dengan master of technology itu.

Baca juga :  Menjemput Privilege Melalui Keterampilan Penata Rias

Jepanh dikenal dengan sistem kerja yang teratur dan disiplin,  banyak yang berharap bisa mendapatkan pengalaman kerja seperti belajar keterampilan baru dan mendapatkan pendidikan yang lebih baik.

Namun, di balik keindahan dan kecanggihan tekhnologinya, Winda sempat kesulitan beradaptasi di bulan pertama ia menapaki negara tersebut. Pasalnya, tak ada adzan berkumandang di daerahnya. Juga minimnya makanan halal yang tersedia di toko – toko sekitar daerah tempat ia tinggal.

“Di balik kesulitan pasti ada kemudahan, alhamdulillah  baru sebulan saya dapat beradaptasi dengan baik meskipun  di negara ini minoritas muslim, namun teman- teman di kampus  memahami dan tinggi toleransi antar beragama bahkan mereka juga menawarkan banyak pekerjaan dari berbagai bidang untuk teman-teman pendatang,” katanya.

Menurut Winda, meski di negara yang minoritas muslim, teman sebayanya menerapkan toleransi antar beragama yang cukup tinggi hingga mereka tak segan menawarkan berbagai bidang pekerjaan  untuk menambah uang saku mahasiswa dari luar.

Perbedaan cuaca, tradisi, budaya hingga minoritas sahabat muslimah yang berada di sana, tidak menjadi hambatan untuk terus menggali potensi diri dan mengembangkan keterampilan berbahasa Jepang.

Mantapnya lagi, selain produktif sebagai mahasiswa di Nippon Bunri University ia juga memanfaatkan  waktunya  untuk bekerja  paruh waktu  di hotel  dan restoran. Di tengah padatnya tugas ia sempatkan untuk mencari jaringan seluas-luasnya di Jepang. Sebab, peluang tenaga kerja asing untuk bekerja dan berkarir di bumi Sakura ini sangat besar.

Menurut data lembaga penelitian JICA “Sadako Ogata Peace Development Institute” Jepang memiliki salah satu populasi tertua di dunia. Banyak pekerja senior yang pensiun, sementara tingkat kelahiran rendah menyebabkan kurangnya generasi muda yang menggantikan mereka.

Baca juga :  Di Hadapan Menteri PPPA, Wabup Pamekasan Terpilih H. Sukriyanto Komitmen Beri Perhatian Khusus Pada Pesantren

Dengan nominal upah yang cukup menjanjikan sepertinya setara dengan kehidupan pekerja jepang yang cukup disiplin. Nominal gaji yang ditawarkan bervariatif tergantung pada sektor industri, pengalaman, dan lokasi.

Secara umum, gaji rata-rata tahunan untuk pekerja penuh waktu di Jepang sekitar 4 hingga 5 juta yen (sekitar 30.000 hingga 37.000 USD) per tahun. Di sektor teknologi dan keuangan, gaji bisa jauh lebih tinggi, sementara sektor jasa mungkin menawarkan gaji yang lebih rendah. Di kota-kota besar seperti Tokyo, biaya hidup juga lebih tinggi, sehingga gaji biasanya disesuaikan.

Wah, apakah ini Kesempatan emas untuk WNI yang ingin bekerja disini? Winda mengajak seluruh teman sejawat hingga adik-adik santri yang masih mengeyam pendidikan di pesantren untuk tidak putus asa ketika di hadapkan dengan kesulitan dalam fase belajar dan jihad fii sabilillah. Akan bertambah sulit jika terus terkungkung dengan rasa takut untuk menghadapinya, bukan?

Terakhir nih, layaknya membaca novel-novel Tere Liye yang menjemput janji kebahagiaan di pagi hari, Winda selalu berupaya membangun semangatnya untuk menuntut ilmu dan mulai menata kehidupan di negara berjuluk The Land Of The Rising Sun itu.

Dia harap teman-teman santri  berhenti untuk membatasi mimpi karena kendala dan keterbatasan apapun dan mulai mengerahkan tenaga dan fikiran untuk menatap janji kehidupan yang lebih baik.

“Impian kita  bukan bunga tidur, ia layak di wujudkan dan menjadi bagian dari perjalanan hidup kita,” katanya. (*)