Oleh: Prengki Wirananda, Pemred Klik Madura.
—–
BAYANGKAN sebuah pulau kecil di ujung timur Jawa yang dikepung laut biru, disinari matahari tanpa jeda, dihembus angin tanpa henti, dan setiap musim panen menyisakan limpahan biomassa yang melimpah. Pulau itu bernama Madura.
Di balik panas dan tanah keringnya, tersimpan harta karun yang jauh lebih berharga dari minyak dan gas, yaitu energi baru terbarukan. Madura sesungguhnya adalah surga energi bersih yang belum terjamah.
Penelitian demi penelitian telah membuktikan potensi ini bukan ilusi. Di pesisir Gili Iyang dan kepulauan Kangean, tim peneliti dari Universitas Airlangga mencatat kecepatan angin yang stabil sepanjang tahun.
Dengan analisis distribusi Weibull, hasilnya menunjukkan kecepatan rata-rata yang ideal untuk turbin bayu berskala desa.
Energi angin Madura dapat menghasilkan listrik dengan kapasitas faktor mencapai seperempat dari total waktu operasi, angka yang secara ekonomi sudah layak untuk sistem pembangkit hybrid pedesaan. Setiap hembusan angin di sana sejatinya adalah listrik yang belum diubah menjadi cahaya.
Cahaya itu sendiri datang setiap hari. Sinar matahari yang menyengat ladang garam dan sawah di Sumenep ternyata menyimpan daya yang luar biasa.
Dalam jurnal Energies terbitan MDPI tahun 2022, peneliti menunjukkan bahwa radiasi matahari di kawasan Madura mencapai 4,8 hingga 5,2 kilowatt jam per meter persegi per hari.
Angka itu menjadikan Madura salah satu wilayah dengan intensitas surya tertinggi di Indonesia. Jika dimanfaatkan dalam jaringan regional bersama Jawa dan Bali, fluktuasi produksi listrik dapat disamakan melalui mekanisme geographic smoothing.
Secara sederhana, ini berarti listrik surya dari Madura dapat membantu menstabilkan pasokan di wilayah lain. Madura bisa menjadi solar island pertama di negeri ini.
Energi lain datang dari sawah dan kebun. Jerami padi, sekam, sabut, dan tempurung kelapa yang selama ini dianggap limbah, sebenarnya adalah cadangan energi yang melimpah.
Menurut publikasi Renewable Energy Research Journal tahun 2021, setiap ton jerami mampu menghasilkan energi hingga 14 gigajoule. Jika hanya tiga puluh persen dari residu pertanian Madura dimanfaatkan, energi yang dihasilkan cukup untuk menyalakan seratus ribu rumah tangga setiap tahun.
Bayangkan sebuah desa di mana petani tidak hanya menjual hasil panen, tetapi juga menjual energi dari limbahnya sendiri. Inilah ekonomi sirkular yang menumbuhkan kemandirian.
Laut Madura juga tidak diam. Arus di Selat Madura mengalir deras sepanjang hari, membawa potensi yang jarang diperhatikan. Penelitian dari Institut Teknologi Sepuluh Nopember tahun 2020 menemukan kecepatan arus laut di selat tersebut mencapai 1,5 hingga 2,3 meter per detik.
Kecepatan ini cukup untuk memutar turbin bawah laut. Negara-negara seperti Jepang dan Korea Selatan telah lebih dulu mengembangkan teknologi ini. Suatu saat, turbin laut di perairan Kangean bisa berputar mengikuti ritme pasang surut yang abadi.
Jika semua potensi itu disatukan, Madura akan menjadi wilayah dengan harmoni energi yang nyaris sempurna. Angin berputar di malam hari, matahari menyala di siang hari, biomassa menopang ketika musim kering datang, dan arus laut menjadi sumber daya yang terus mengalir.
Konsep ini dalam riset MDPI tahun 2024 disebut sebagai hybrid renewable synergy zone, yaitu kawasan dengan kombinasi energi baru terbarukan yang saling melengkapi secara alami.
Kini yang dibutuhkan bukan lagi wacana, melainkan keberanian untuk bertindak. Madura bisa menjadi pulau mandiri energi jika pemerintah daerah, kampus, dan masyarakat bersatu dalam visi hijau.
PLTS atap di sekolah, biogas di koperasi, dan turbin angin di pantai bukan hal yang mustahil. Dengan kebijakan insentif yang jelas dan dukungan teknologi lokal, Madura dapat menyalakan dirinya sendiri.
Dunia sedang bergerak menuju ekonomi hijau dan meninggalkan batu bara. Madura memiliki peluang langka untuk menjadi pionir di Indonesia Timur.
Pulau garam bisa bertransformasi menjadi pulau energi. Energi yang tidak merusak bumi, tidak mencemari laut, dan tidak meninggalkan luka ekologis.
Madura tidak miskin sumber daya, ia hanya belum percaya bahwa cahaya masa depannya berasal dari dirinya sendiri.
Sudah saatnya pulau ini membuka mata terhadap potensi yang selama ini dibiarkan tidur di bawah terik matahari dan hembusan angin yang tak pernah berhenti. (*)














