Blok Migas South East Madura, Mimpi Nyata Rakyat Sejahtera

- Jurnalis

Kamis, 23 Oktober 2025

facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

Oleh: Prengki Wirananda, Pemred Klik Madura.

DI TANAH yang selama ini identik dengan garam dan tandus, kabar itu terdengar seperti keajaiban. Di bawah perut bumi Sumenep, tepatnya di Desa Tanjung, Kecamatan Saronggi, ditemukan energi yang bisa mengubah nasib jutaan manusia.

Bukan tambang emas, melainkan minyak dan gas bumi. SKK Migas baru saja menyetujui Plan of Development (PoD) pertama di daratan Madura.

Namanya, Blok South East Madura. Bukan di laut, bukan di anjungan jauh di tengah ombak, melainkan di darat, di tempat di mana untuk pertama kalinya minyak dan gas benar-benar menjejak bumi Madura.

Perusahaan yang mendapat kepercayaan itu adalah PT. Energi Mineral Langgeng (EML). Secara geografis, Saronggi kecil di peta, tetapi secara makna sangat besar. Sebab, inilah momentum sejarah baru bagi Madura.

Untuk pertama kalinya, pulau ini tidak lagi menjadi penonton industri energi nasional. Tetapi, menjadi bagian dari panggung besar industrialisasi migas.

Selama puluhan tahun, masyarakat Madura hanya bisa melihat cahaya dari anjungan migas di tengah laut. Dari bibir pantai mereka menyaksikan gemerlapnya industri yang disebut-sebut membawa kemakmuran.

Baca juga :  Menguji Iman Bung Faisal

Namun, nyatanya kesejahteraan itu tak pernah benar-benar sampai ke daratan. Kekayaan alamnya ada di depan mata, tetapi manfaatnya tersapu ombak menuju pusat dan provinsi.

Kondisi ini terjadi karena ketimpangan tata kelola sumber daya yang dikenal dalam teori ekonomi sebagai asymmetric resource governance. Potensi melimpah, tetapi manfaatnya tidak mengalir ke tempat asalnya.

Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 menegaskan bahwa pengelolaan sumber daya di laut menjadi kewenangan pemerintah pusat dan provinsi.

Akibatnya, meskipun sumur-sumur migas itu berada di sekitar Madura, kabupaten tak punya ruang untuk ikut mengelola. Pemerintah daerah hanya bisa menatap laporan, bukan menikmati hasil.

Data Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan bahwa ekonomi Sumenep didominasi sektor pertanian, perikanan, dan penggalian. Tingkat kemiskinan masih 17,78 persen, jauh di atas rata-rata Jawa Timur.

Data ini membuktikan bahwa keberadaan industri migas selama ini tidak otomatis menghadirkan kesejahteraan bagi warga lokal.

Di sinilah letak pentingnya proyek Blok South East Madura yang dikelola PT Energi Mineral Langgeng di Saronggi. PoD pertama di daratan Madura ini bukan sekadar berita industri, melainkan penanda arah baru bagi pembangunan ekonomi daerah.

Baca juga :  Blok Migas Paus Biru, Antara Harapan dan Ancaman Baru

Untuk pertama kalinya, ada blok migas yang sepenuhnya berada dalam jangkauan kabupaten. Artinya, pemerintah Sumenep memiliki peluang untuk ikut menentukan arah kebijakan, membuka ruang kerja baru, dan mendorong pertumbuhan ekonomi berbasis lokal.

Teori local resource-based development menyebutkan bahwa kesejahteraan sejati muncul ketika potensi alam diolah oleh kapasitas manusia lokal. Saronggi bisa menjadi laboratorium nyata bagi penerapan teori itu.

Bayangkan, bila di sekitar lokasi berdiri sekolah vokasi yang melatih teknisi migas lokal. Bayangkan anak-anak muda Sumenep menjadi operator alat berat, analis laboratorium, atau insinyur pengeboran. Mereka bukan lagi penonton di tanah sendiri, tetapi pelaku utama.

Kisah Norwegia bisa menjadi cermin. Negara itu pernah miskin, lalu menemukan minyak dan menjadikannya bahan bakar bagi pendidikan dan riset. Dari sumber daya alam, mereka membangun sumber daya manusia.

Madura bisa menempuh jalan yang sama jika pemerintah daerah berani memulainya dengan kebijakan cerdas. Namun, keberhasilan tidak datang hanya karena adanya sumur minyak. Ia bergantung pada transparansi, partisipasi, dan komitmen.

Baca juga :  Migas Madura, Paradoks Kekayaan Alam dan Kesejahteraan

Pemerintah harus memastikan keterlibatan masyarakat lokal secara aktif. Perusahaan harus menempatkan warga sekitar bukan sekadar penerima bantuan, tetapi mitra sejajar dalam pengelolaan ekonomi. Perguruan tinggi harus hadir memberikan pendampingan ilmiah dan teknologi tepat guna.

Saronggi adalah momentum koreksi terhadap desentralisasi yang timpang. Selama ini, desentralisasi hanya berhenti di urusan administratif, tidak menyentuh kedaulatan ekonomi.

Melalui Blok South East Madura, Sumenep memiliki peluang merebut kembali hak-hak ekonominya. Ini bukan sekadar soal minyak, melainkan soal keadilan sosial. Soal hak rakyat Madura untuk hidup layak dari tanah yang mereka injak.

Fakta bahwa SKK Migas menyetujui PoD PT. Energi Mineral Langgeng (EML) menandai bahwa Madura sedang diberi kesempatan kedua. Jika kesempatan ini disambut dengan kolaborasi jujur antara pemerintah, perusahaan, akademisi, dan masyarakat, maka Saronggi akan menjadi titik balik sejarah ekonomi Madura.

Dari perut bumi yang sunyi di Saronggi, kini muncul harapan baru. Harapan yang menyala pelan tapi pasti. Harapan bahwa Madura tidak selamanya menjadi penonton di tanah sendiri. Sekali lagi, Maaf. (*)

Berita Terkait

Migas Madura, Potensi dalam Kebiri Regulasi
Migas Madura, Paradoks Kekayaan Alam dan Kesejahteraan
Puncak Amarah di Lapangan Migas Hidayah
Blok Migas Paus Biru, Antara Harapan dan Ancaman Baru
Distorsi Eksploitasi Migas Madura
Sapudi dan Elegi Eksploitasi
Kangean Dilupakan, Rakyat Melawan!
Tak Perlu KEK, Cukup Berlakukan Tarif Cukai Kelas Tiga

Berita Terkait

Kamis, 23 Oktober 2025 - 00:15 WIB

Blok Migas South East Madura, Mimpi Nyata Rakyat Sejahtera

Selasa, 21 Oktober 2025 - 00:41 WIB

Migas Madura, Potensi dalam Kebiri Regulasi

Minggu, 19 Oktober 2025 - 23:51 WIB

Migas Madura, Paradoks Kekayaan Alam dan Kesejahteraan

Minggu, 19 Oktober 2025 - 00:25 WIB

Puncak Amarah di Lapangan Migas Hidayah

Sabtu, 18 Oktober 2025 - 00:22 WIB

Blok Migas Paus Biru, Antara Harapan dan Ancaman Baru

Berita Terbaru

Catatan Pena

Blok Migas South East Madura, Mimpi Nyata Rakyat Sejahtera

Kamis, 23 Okt 2025 - 00:15 WIB