SAMPANG || KLIKMADURA – Kasus dugaan penyimpangan Dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS) dan mark up data siswa di SMKN 1 Sampang hingga kini masih mandek.
Padahal, laporan resmi sudah masuk ke Kejaksaan Negeri (Kejari) Sampang sejak Rabu, 7 Mei 2025 lalu. Lebih dari enam bulan berlalu, publik hanya disuguhi janji tanpa ada kepastian penindakan hukum.
Kasi Intel Kejari Sampang, Diecky E.K. Andriansyah, ketika dikonfirmasi melalui pesan WhatsApp, belum memberikan keterangan resmi terkait perkembangan kasus tersebut.
Sikap bungkam tersebut memantik kecurigaan publik bahwa tidak ada kerseriusan dari korps adhyaksa dalam menangani kasus dugaan rasuah itu.
Sorotan keras datang dari Lembaga Pemuda Peduli Desa (PAPEDA). Ketua Umum sekaligus praktisi hukum, Badrus Sholeh Ruddin, SH, menegaskan kinerja Kejari Sampang patut dipertanyakan.
“Masyarakat tidak butuh janji-janji atau sekadar formalitas pelimpahan. Yang dibutuhkan adalah kepastian hukum. Kalau memang ada bukti penyimpangan, kenapa lambat? Kalau tidak ada, kenapa tidak diumumkan secara terang? Jangan sampai publik menganggap hukum bisa dipermainkan,” ujarnya, Sabtu (13/9/2025).
Menurut Badrus, dugaan mark up data siswa dan penyalahgunaan Dana BOS bukan sekadar pelanggaran administrasi. Melainkan, berpotensi merugikan keuangan negara sekaligus mencederai kepercayaan publik terhadap dunia pendidikan.
Ia menegaskan, mandeknya kasus tersebut bisa menimbulkan persepsi buruk terhadap integritas penegakan hukum di Kabupaten Sampang.
“Transparansi adalah harga mati. Kalau Kejaksaan diam saja, masyarakat bisa curiga ada permainan. Ingat, pendidikan adalah hak anak bangsa. Jangan dikorbankan hanya karena ada oknum yang bermain anggaran,” tegasnya. (ibn/nda)