Menyoal Penolakan Milad Muhammadiyah di Sampang: Refleksi Seorang Putra Madura

- Jurnalis

Jumat, 19 Desember 2025

facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

Oleh: Badrun Nuri, Ketua Umum DPD IMM Jateng 2018-2022. Asli Kelahiran Sumenep Madura.

——–

PERISTIWA penolakan kedatangan Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah (Mendikdasmen) Abdul Mu’­ti dalam rangka peringatan Milad Muhammadiyah di Kabupaten Sampang pada pertengahan Desember 2025 telah menjadi perbincangan publik. Dalam polemik ini, Pemkab Sampang secara mendadak mencabut izin penggunaan Pendopo Trunojoyo yang sedianya menjadi lokasi kegiatan peringatan Milad Muhammadiyah ke-113, menyusul rencana kunjungan Abdul Mu’ti yang juga menjabat Sekretaris Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah.

Alasan yang dilontarkan oleh Pemkab atas pembatalan tersebut adalah gangguan listrik di pendopo, padahal persiapan panitia berjalan normal sepanjang hari. Pernyataan ini memicu kekecewaan dan tanya di masyarakat karena terkesan tidak masuk akal.

Kecewa dan Prihatin atas Penolakan yang Terlihat Tidak Logis

Sebagai putra Madura yang pernah beraktivitas di lingkungan Muhammadiyah sejak bangku kuliah hingga memimpin organisasi mahasiswa, saya merasa kecewa sekaligus prihatin atas apa yang terjadi di Sampang. Alasan yang dikemukakan Pemkab — bahwa listrik di pendopo bermasalah — terasa menggemaskan di tengah fakta bahwa semua persiapan teknis sudah dilakukan dan tidak ada indikasi gangguan berarti.

Hal ini tak hanya memunculkan pertanyaan tentang motif sesungguhnya, tetapi juga membentuk kesan bahwa ada ketidakselarasan antara pernyataan resmi dan realitas di lapangan.

Pernyataan semacam ini, termasuk yang disampaikan oleh pejabat terkait di Pemkab (misalnya dari Sekretariat Daerah yang biasanya menangani perizinan), justru memperkeruh suasana dan menimbulkan kesan seolah-olah acara organisasi masyarakat (ormas) seperti Muhammadiyah diperlakukan berbeda dibanding tokoh nasional atau kegiatan lain yang mengundang figur publik besar.

Baca juga :  Gelar Tax Gathering, KPP Pratama Pamekasan Apresiasi Kepatuhan Wajib Pajak

Mencari Akar Penolakan: Tekanan dan Realitas Lokal

Dalam menelisik lebih jauh, beberapa hal bisa menjadi latar yang lebih contextual:

1. Sosok Bupati dan Dinamika Lokal.

Bupati Sampang saat ini, H. Slamet Junaidi, dikenal di jagat media sosial sebagai sosok yang terbuka dan progresif. Namun, keputusan terkait penolakan Milad Muhammadiyah ini memberi kesan sebaliknya. Tentu bukan tidak mungkin bahwa keputusan tersebut dipengaruhi tekanan eksternal, misalnya dari kelompok pendukung utama yang memainkan peranan kuat dalam proses politik lokal, khususnya sejak Pilkada terakhir.

Muhammadiyah sendiri, sebagaimana tradisi organisasi ini di banyak daerah, cenderung netral dalam politik praktis. Namun ketika organisasi dipandang asing atau tidak “sejalan”, sensitivitas politik lokal dapat mempengaruhi sikap pemerintah daerah terhadap kegiatan organisasi tersebut.

2. Realitas Sosial-Keagamaan di Madura.
Pengalaman saya hidup di Madura pada 15–20 tahun lebih yg silam memberi wawasan penting: sebagian masyarakat memiliki pandangan yang kurang akomodatif terhadap paham keagamaan atau organisasi yang berbeda dari arus utama lokal.

Dalam beberapa kajian akademis, disebutkan bahwa masyarakat Madura umumnya memiliki struktur pandangan agama yang kuat dan tradisional, yang cenderung mengkonstruksi identitas keagamaan melalui pola sosial budaya lokal yang khas, serta penghormatan tinggi pada figur kiai dan tradisi pesantren. Keadaan ini berperan dalam membentuk cara pandang terhadap organisasi lain di luar struktur tradisional tersebut.

Baca juga :  Soekarno Inspirator Kelestarian Lingkungan

Dulu, ketika saya tinggal di Madura sebelum berkuliah, Muhammadiyah terasa seperti sesuatu yang “asing”. Karena kurangnya referensi, sebagian orang kerap memandangnya sebagai sesuatu di luar batas norma yang mereka kenal — bahkan berlabel “sesat” oleh sebagian kelompok kecil. Hal ini bukan sekadar stereotip, namun refleksi dari keterbatasan pengalaman dan literasi agama yang terpapar tradisi lokal dengan dominasi arus tertentu.

Sementara itu, ketika merantau ke Semarang dan berkuliah di program studi Filsafat UIN Walisongo, saya pertama kali menemukan paradigma keagamaan yang lebih luas dan mengakomodasi pluralitas pemikiran.

Pengalaman itu membuka wawasan saya, hingga akhirnya saya aktif dalam Muhammadiyah dan memahami bahwa Muhammadiyah tidak mereduksi keyakinan, justru menjadi wadah untuk bergerak memberikan manfaat. Muhammadiyah bagi saya bukan ancaman, melainkan ruang berkontribusi.

Tokoh-tokoh besar asal Madura yang dikenal secara nasional seperti Mahfud MD, Artidjo Alkostar, Ahsanul Qosasi, Said Abdullah, dan banyak lainnya memberikan bukti bahwa akses terhadap pengalaman yang luas adalah kunci keberhasilan. Tidak sedikit dari mereka yang melampaui batas pandangan sempit lokal dan memberikan kontribusi besar bagi bangsa dan negara.

Hikmah dari Insiden Sampang

1. Penolakan terhadap Muhammadiyah Bukanlah Hal Baru.

Penolakan terhadap kegiatan Muhammadiyah sebenarnya bukan fenomena baru. Sejak lahir pada 1912, organisasi ini sudah menghadapi penolakan di berbagai tempat. Bahkan di Madura sendiri, sejarah mencatat kontroversi terkait Masjid Annur di Sumenep, di mana kepemilikan dan pengelolaan menjadi sengketa.

Baca juga :  Usai Diwisuda, Alumni MAN Sampang Diharapkan Tebar Manfaat bagi Masyarakat

Peristiwa Sampang menjadi bagian dari perjalanan panjang organisasi dalam menghadapi resistensi sosial di beberapa daerah. Dalam konteks ini, tantangan tidak seharusnya dipandang sebagai kegagalan, tetapi sebagai momentum untuk Muhammadiyah memperkuat peran, menunjukkan kebermanfaatan, dan mendorong dialog dengan komunitas lokal. Termasuk di Madura.

2. Tantangan dan Harapan bagi Pemerintah dan Masyarakat Madura.

Insiden ini juga harus menjadi catatan bagi pemerintah pusat dan daerah dalam merancang program yang memperluas keterbukaan berpikir masyarakat. Kegiatan literasi sosial-keagamaan yang inklusif serta kolaborasi dengan pesantren dan komunitas lokal dapat menjadi langkah memperkuat moderasi beragama di Madura, sebagaimana beberapa penelitian menyarankan pendekatan pendidikan dan jejaring sosial pesantren untuk memperkuat sikap moderat.

Penutup

Peristiwa penolakan kegiatan Milad Muhammadiyah di Sampang memberi pelajaran berharga bagi semua pihak: bahwa pemahaman, keterbukaan, dan dialog adalah fondasi penting dalam kehidupan berbangsa dan beragama.

Sebagai putra asli Madura, saya berharap agar kejadian ini menjadi momentum untuk memperkuat moderasi beragama, memperluas wawasan masyarakat, serta membangun sinergi antara ormas, masyarakat, dan pemerintah demi kemajuan bersama — bukan sekadar polemik yang justru memperkokoh sekat pemisah.

Tulisan ini adalah refleksi pribadi yang berakar pada pengalaman sosial-keagamaan dan tidak bermaksud menyerang pihak manapun secara personal, melainkan membuka ruang dialog dan pemahaman bersama. Wallahu a’lamu bisshowabi.

—-
Penulis juga Inisiator berdirinya Komunitas Mahasiswa Madura (KoMMa) Semarang. Dan Direktur Lingkar Studi Hukum dan Demokrasi.

Berita Terkait

Hari Bahasa Arab Internasional: Momentum Memperkuat Literasi Bahasa Arab, dari Tradisi ke Gerakan Sosial di PTKIN dan Pesantren
Keadilan Sosial untuk Semua Kelas
Gubernur Jawa Timur Bersekongkol dengan Para Bandit?
14 Tahun Partai NasDem, Arus Perubahan yang Tak Pernah Padam
Mengais Barokah, Menakar Pengabdian: Episentrum Kaderisasi NU dan Spirit Pengabdian Alumni Miftahul Ulum Bettet Pamekasan Di Kancah Nasional dan Global
Kegaduhan di Kangean Bukan Tanpa Sebab, PT KEI Harus Bertanggung Jawab!
Ketika Madura Mengajukan Diri Jadi Negara
Rudy Saladin dan Ramalan 2055

Berita Terkait

Jumat, 19 Desember 2025 - 06:20 WIB

Menyoal Penolakan Milad Muhammadiyah di Sampang: Refleksi Seorang Putra Madura

Rabu, 17 Desember 2025 - 04:00 WIB

Hari Bahasa Arab Internasional: Momentum Memperkuat Literasi Bahasa Arab, dari Tradisi ke Gerakan Sosial di PTKIN dan Pesantren

Sabtu, 6 Desember 2025 - 02:34 WIB

Keadilan Sosial untuk Semua Kelas

Minggu, 16 November 2025 - 03:46 WIB

Gubernur Jawa Timur Bersekongkol dengan Para Bandit?

Senin, 10 November 2025 - 21:58 WIB

14 Tahun Partai NasDem, Arus Perubahan yang Tak Pernah Padam

Berita Terbaru

Catatan Pena

Kongres AJP: Habis Gaduh Terbitlah Teduh

Sabtu, 20 Des 2025 - 13:22 WIB