Valen dan Pertaruhan Harga Diri

- Jurnalis

Kamis, 18 Desember 2025

facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

Oleh: Prengki Wirananda, Pemred Klik Madura.

——–

PANGGUNG Dangdut Academy (DA) Indosiar selalu tampak megah. Bukan hanya karena tata cahaya dan gemerlap kamera, tetapi karena ia kerap menjadi arena pertaruhan sesuatu yang jauh lebih mahal dari sekadar gelar juara.

Saya pernah berdiri di sana. Sembilan tahun silam. Desember 2016. Saat itu saya bersama kawan-kawan diundang tim kreatif Indosiar untuk memberi kejutan kepada seorang akademia bernama Irwan Krisdiyanto.

Irwan adalah anak Sumenep. Teman seperjuangan saya. Kami satu band ketika masih berseragam abu-abu di SMKN 1 Sumenep. Vertical Band, begitu kami menamai mimpi-mimpi kecil kami kala itu. Tak pernah terbayang, band kampung itu suatu hari mengantar kami ke Studio 5 Indosiar di Jalan Daan Mogot, Jakarta Barat.

Yang paling saya ingat justru bukan panggungnya. Tapi perjalanan menuju ke sana.

Kami dijemput seorang warga Sampang. Pemilik warung Madura di Jakarta. Orang yang sebelumnya tidak kami kenal. Tidak pernah bertemu. Bahkan tidak saling sapa di dunia maya. Namun selama tiga hari di Jakarta, seluruh biaya hidup kami ia tanggung.

Baca juga :  Menerka Suasana Kebatinan Pak Dahlan Iskan

Anehnya, kami merasa seperti saudara lama yang lama terpisah. Lebih ajaib lagi, sepulang dari Jakarta menuju Madura, satu per satu orang Madura yang kami temui menyelipkan uang. Untuk ongkos. Untuk makan. Untuk sekadar memastikan kami pulang dengan kepala tegak.

Di titik itu saya sadar, Madura bukan sekadar wilayah geografis. Madura adalah rahim persaudaraan.

Irwan kala itu harus puas di posisi ketiga. Ia kalah dari Danang asal Banyuwangi dan Evi Masamba dari Sulawesi Selatan yang keluar sebagai juara. Namun prestasi Irwan tak bisa dilepaskan dari dukungan warga Madura.

Saat itu belum ada virtual gift. Dukungan diwujudkan lewat SMS. Bentuknya berbeda, esensinya sama. Tetap membutuhkan uang. Dan warga Madura tidak pernah setengah-setengah. Mereka patungan. Bahkan ada yang rela berutang.

Baca juga :  Lestraikan Budaya Karapan Sapi Tanggha', 40 Pasang Sapi Adu Gagah di Desa Langsar

Banyak yang mencibir. Menganggap itu kegilaan. Padahal, yang diperjuangkan bukan sekadar kemenangan. Yang dipertaruhkan adalah harga diri.

Bagi orang Madura, harga diri bukan konsep abstrak. Ia hidup dalam falsafah, “Cetak ekasokoh, sokoh ekacetak.” Kepala di kaki, kaki di kepala. Jika menyangkut kehormatan, logika bisa dikesampingkan.

Tantangan itu kini datang kembali. Dari panggung yang sama. Dangdut Academy. Nuansanya serupa, hanya lakonnya yang berbeda.

Dulu Irwan. Kini Valen. Talenta muda Madura yang kembali mengguncang panggung nasional. Mengangkat harkat, martabat, dan rasa percaya diri sebuah pulau yang kerap dipinggirkan dalam narasi besar negeri ini.

Perjalanan Valen di DA telah mencapai garis penting. Kualitasnya mengantarkannya ke babak final. Setelah ini, bukan lagi soal teknik vokal atau cengkok. Tapi soal siapa yang berdiri di belakangnya.

Baca juga :  Tak Perlu KEK, Cukup Berlakukan Tarif Cukai Kelas Tiga

Para bohir. Bukan bohir gila hormat. Tapi bohir yang paham bahwa harga diri selalu punya ongkos.

Indosiar tentu membaca peluang. Virtual gift menjadi mekanisme dukungan baru. Lebih modern. Lebih transparan. Sekaligus lebih mahal. D’Bos minimal sepuluh juta rupiah. D’Sultan lima puluh juta rupiah.

Angka-angka itu memang besar. Tapi ia mendadak terasa kecil ketika berhadapan dengan satu kata: martabat.

Selamat, Valen. Terima kasih telah menjadi jembatan yang kembali merajut persaudaraan warga Madura. Terima kasih telah mengingatkan kami bahwa panggung sejati bukan hanya di studio televisi, melainkan di ruang batin tempat harga diri dijaga.

Selamat berjuang di panggung yang sesungguhnya. Maaf. (*)

———–

Penulis adalah keyboardis Vertical Band Sumenep.

Berita Terkait

Kongres AJP: Habis Gaduh Terbitlah Teduh
Menghidupkan Kembali Asa UNU Madura
Satu Fikrah, Satu Harakah: Momentum Meneguhkan Arah Perjuangan NU Sumenep
Ketika Kades Tak Lagi PERKASA
Madura Surganya Energi Baru Terbarukan
Saatnya Madura Menatap Energi Baru
Saatnya Kangean Pulih dari Luka Eksploitasi
Hari Jadi Kabupaten Sumenep: Terima Kasih Pak Bupati

Berita Terkait

Sabtu, 20 Desember 2025 - 13:22 WIB

Kongres AJP: Habis Gaduh Terbitlah Teduh

Kamis, 18 Desember 2025 - 02:29 WIB

Valen dan Pertaruhan Harga Diri

Jumat, 12 Desember 2025 - 13:27 WIB

Menghidupkan Kembali Asa UNU Madura

Rabu, 26 November 2025 - 03:51 WIB

Satu Fikrah, Satu Harakah: Momentum Meneguhkan Arah Perjuangan NU Sumenep

Rabu, 12 November 2025 - 04:09 WIB

Ketika Kades Tak Lagi PERKASA

Berita Terbaru

Catatan Pena

Kongres AJP: Habis Gaduh Terbitlah Teduh

Sabtu, 20 Des 2025 - 13:22 WIB