KANGEAN || KLIKMADURA – Laut Kangean kembali bergemuruh. Ratusan nelayan dari berbagai desa di Kepulauan Kangean, Kabupaten Sumenep menggelar demonstrasi besar-besaran, Jumat (31/10/2025).
Mereka tegas menolak survei seismik 3D dan tambang migas di wilayah perairan barat pulau tersebut.
Aksi ini menjadi gelombang protes ketiga di laut dan kelima secara keseluruhan, setelah sebelumnya nelayan juga turun aksi pada 16 September dan 7 Oktober lalu.
Demonstrasi laut kali ini merupakan bentuk kekecewaan masyarakat terhadap aktivitas eksplorasi migas yang disebut telah menimbulkan keresahan sosial serta mengancam ruang hidup nelayan tradisional.
Massa aksi yang tergabung dalam Aliansi Nelayan Kepulauan Kangean menilai, kegiatan seismik 3D di perairan dangkal Kangean bukan hanya mengganggu aktivitas nelayan, tetapi juga berpotensi merusak ekosistem laut.
“Kami tidak menolak pembangunan, tapi kami menolak jika pembangunan itu menghancurkan laut dan kehidupan kami,” tegas Miftahul Anam, Koordinator Aliansi Nelayan Kepulauan Kangean, dalam orasinya di tengah lautan.
Menurutnya, pemerintah dan PT. Kangean Energi Indonesia (KEI) telah mengabaikan hak-hak masyarakat pesisir yang dilindungi undang-undang.
Dia menilai kegiatan migas di kawasan kepulauan kecil seperti Kangean bertentangan dengan semangat perlindungan ekologis sebagaimana diatur dalam UU Nomor 32 Tahun 2019 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup.
“Laut ini bukan hanya sumber ekonomi kami, tapi juga warisan leluhur yang harus dijaga. Jika rusak karena tambang migas, yang hilang bukan hanya ikan, tapi masa depan kami,” ujarnya dengan nada tinggi.
Dalam aksi yang berlangsung di tengah gelombang, para nelayan menyuarakan sejumlah tuntutan keras. Mereka meminta pemerintah pusat dan daerah segera menghentikan seluruh rencana pertambangan minyak dan gas, baik di laut maupun di darat Kangean.
Menurut mereka, aktivitas eksplorasi yang dilakukan PT KEI telah menimbulkan perubahan sosial di masyarakat dan membuat banyak nelayan kehilangan mata pencaharian.
Mereka juga mendesak agar Syahbandar Kangean tidak lagi memberikan izin berlabuh kepada kapal-kapal survei seismik 3D yang beroperasi di sekitar perairan dangkal.
Kapal-kapal tersebut dianggap sebagai sumber gangguan utama terhadap hasil tangkapan nelayan dan kestabilan ekosistem laut.
Selain itu, Aliansi Nelayan meminta Gubernur Jawa Timur Khofifah Indar Parawansa dan Bupati Sumenep Achmad Fauzi segera turun tangan.
Mereka diminta menginstruksikan penghentian aktivitas survei seismik serta memastikan kapal-kapal survei angkat kaki dari perairan Kangean.
Nelayan juga mendorong Menteri Kelautan dan Perikanan untuk turun langsung mengawasi dan mengaudit kinerja PT KEI.
Sebab, wilayah Kangean termasuk dalam kategori pulau kecil yang secara hukum harus dilindungi dari aktivitas industri ekstraktif berskala besar.
Tidak hanya itu, mereka juga menuntut Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Jawa Timur memanggil SKK Migas Jabanusa untuk menghentikan seluruh aktivitas eksplorasi migas yang kini berlangsung di perairan dangkal Kangean.
Miftahul Anam menegaskan, aksi nelayan ini bukan sekadar protes sesaat, melainkan perlawanan terhadap kebijakan yang dianggap mengabaikan hak hidup masyarakat pulau.
“Kami akan terus berjuang sampai laut kami kembali tenang. Kami ingin laut ini bersih, aman, dan kembali menjadi tempat mencari nafkah bagi anak cucu kami,” pungkasnya.
Hingga berita ini diturunkan, belum ada tanggapan resmi dari pihak PT KEI, SKK Migas, maupun Pemerintah Kabupaten Sumenep terkait desakan penghentian aktivitas eksplorasi migas di wilayah perairan Kangean.
Gelombang penolakan yang terus membesar ini menjadi isyarat bahwa konflik antara industri energi dan keberlanjutan lingkungan di wilayah kepulauan kecil belum menemukan titik terang.
Laut yang selama ini menjadi sumber kehidupan masyarakat Kangean kini berubah menjadi arena perlawanan antara kekuatan korporasi dan jeritan rakyat pesisir. (nda)















