Media Sosial sebuah Kontrol Sosial?

- Jurnalis

Jumat, 20 September 2024

facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

Bupati Pamekasan KH. Kholilurrahman bersama anggota forkopimda saat pelepasan CJH secara simbolis di Masjid Agung As-Syuhada Pamekasan. (MOH. IQBALUL KHAVEI MZ / KLIKMADURA)

Bupati Pamekasan KH. Kholilurrahman bersama anggota forkopimda saat pelepasan CJH secara simbolis di Masjid Agung As-Syuhada Pamekasan. (MOH. IQBALUL KHAVEI MZ / KLIKMADURA)

Sari Purwati, Direktur Klik Madura

SAAT ini siapa yang tidak menggunakan media sosial? Nyaris tidak ada, kalau pun ada, pasti ada alasan yang mendasari untuk tidak bermedia sosial. Dan, alasannya pasti bukan karena tidak mau bermedia sosial, tapi lebih pada alasan yang lebih privacy.

Iya, semua orang menjadikan media social sebagai kebutuhan dalam bersosial. Entah itu untuk edukasi, aktualisasi diri, dokumentasi, flexing atau bahkan sekarang tidak sedikit yang menjadikan media sosial sebagai sumber rezeki.

Media sosial seakan menjadi hal yang wajib dimiliki. Tapi, benarkah media sosial saat ini bisa menjadi sebuah kontrol sosial?

Saya masih ingat, media sosial yang pertama kali saya pakai dulu tahun 2008 adalah Friendster, kemudian beralih pada Facebook, Instagram, Twitter, TikTok dan seterusnya. Karena pasti akan banyak media sosial baru lahir dan menjadi trend di Indonesia.

Berdasarkan data statistik pengguna media sosial di Indonesia sebanyak 191 juta pengguna atau setara dengan 73,7 persen, dari populasi masyarakat di Indonesia.

Sementara pengguna aktif sebanyak 167 juta pengguna atau setara 64,3 persen dari populasi. Amazing banget ya! Wajib tanda seru, hahaha.

Baca juga :  Paslon Sama-sama Deklarasi Kemenangan, Siapa yang Harus Dipercaya?

Terlepas dari alasan apa pun menggunakan media sosial harus diakui bahwa efek dari media sosial ini sangat luar biasa.

Saya saja sebagai pengguna aktif sejak 2008 dibuat berdecak kagum pada perkembangan media sosial yang sangat luar biasa.

Misal, betapa banyak yang mendapat keuntungan besar melalui jalur media social baik sebagai konten kreator maupun berdagang secara online. Saya sendiri pernah menikmati aliran dana segar dan lumayan banyak sebagai pengguna media social melalui jejaring di Facebook.

Kini seiring cepatnya pertumbuhan digitaliasi efek dari medsos ini sangat luar biasa. Bagaimana suatu persoalan menjadi mudah solusinya saat dihamparkan di media sosial.

Kasus hukum menjadi cepat tertangani, bantuan sosial jadi mudah terkumpul dan masih banyak keajiban yang terjadi hanya dalam sekali scrolling. Saat ini kita sebut dengan kesaktian Nitejen.

Tapi sekali lagi, medsos ini tidak hanya melahirkan dampak positif tapi juga melahirkan dampak negative bagi yang sulit mengontrolnya.

Saya tidak dalam rangka mengingatkan orang lain, saya pikir semua orang pasti punya sudut pandang dalam melihat media sosial. Dampak negative maupun dampak positif ini tentu akan kembali pada si pemakai.

Baca juga :  Drama Migas di Ujung Madura

Sepanjang saya menggunakan medsos ini yang saya rasakan adalah bahwa medsos sebagai kontroling diri. Jika ada hal negatif yang saya liat dan tonton maka seketika itu saya belajar untuk menghindari. Jika ada hal yang positif maka susah pasti saya jadikan role model kehidupan.

Ada beberapa prinsip dasar yang saya pakai saat menggunakan medsos sebagai kontrol sosial saya agar tidak overdosis dan menjadi racun kehidupan. Tretan klik Madura boleh adopsi dan boleh tidak, ini bebas.

Satu, tentukan tujuan kita membuat akun medsos, sesuaikan dengan tujuannya. Tujuannya beragam, tergantung kebutuhan, bisa untuk berkarya, aktualiasasi diri atau bisnis.

Dua, jika tidak siap mental pada pro kontra maka private akun kita, pastikan yang masuk dalam jaringan kita adalah yang sefrekuensi dengan kita.

Mengapa? Ini agar kita tidak sibuk menyimpulkan berbagai asumsi atau lebih tepatnya tidak Overthinking terhadap apa yang tidak seharusnya dipikirkan.

Baca juga :  Rudy Saladin dan Ramalan 2055

Dan, yang ketiga, jangan sungkan untuk unfollow, batasi hingga blokir akun yang menurut kita sangat mengganggu hati kita. Di antara penyakit hati adalah iri, dengki dan suudzun itu juga bisa lahir dari apa yang kita tonton.

Di media sosial kita tidak bisa kontrol orang maka yang bisa dilakukan adalah kontrol diri kita sendiri. Jangan sampai penyakit hati ditimbulkan karena kita sendiri yang membuka ruang untuk sakit.

Unfollow, batasi dan blokir adalah hak kita. Jangan sampai hanya gara gara tidak enakan kemudian kita yang jadi sakit jiwa.

Pastikan jari jemari kita di media social adalah jari jemari yang nanti saat dihisab akan memudahkan kita untuk menuju jalan kebaikan. Pastikan postingan kita di sosial media merupakan amal jariah yang menjadikan sebab kita dimudahkan saat hisab.

Bukan justru menjadi dosa jariah yang menyulitkan perjalanan kita ke syurga Allah. Ingat satu hal, jejak digital tidak akan pernah hilang, maka yang bernilai abadi layak diisi hanya dengan kebaikan. Wallahua’lam.. (*)

Berita Terkait

Rudy Saladin dan Ramalan 2055
Darurat Militer Atau Darurat Nurani
Bukan Lagi Soal Sanksi, Ini Soal Budaya Politik
Basmi Rokok Ilegal: Satir untuk Nur Faizin
Bangkalan Darurat Narkoba
Ketika Penis Patung Lebih Berguna daripada Pena Wartawan
Cyber-Utopianisme dan Realitas Generasi Muda
Saya Bukan Pejuang Kebenaran dan Keadilan. Toh Saya Masih Membela Orang Salah

Berita Terkait

Rabu, 17 September 2025 - 06:41 WIB

Rudy Saladin dan Ramalan 2055

Kamis, 4 September 2025 - 07:46 WIB

Darurat Militer Atau Darurat Nurani

Minggu, 31 Agustus 2025 - 13:58 WIB

Bukan Lagi Soal Sanksi, Ini Soal Budaya Politik

Jumat, 22 Agustus 2025 - 14:05 WIB

Basmi Rokok Ilegal: Satir untuk Nur Faizin

Sabtu, 9 Agustus 2025 - 15:12 WIB

Bangkalan Darurat Narkoba

Berita Terbaru