PAMEKASAN || KLIKMADURA – Kasus hukum dugaan pemukulan siswi SMPN 2 Pademawu Pamekasan terus bergulir di Polres Pamekasan.
Tim Unit Perlindungan Perempuan dan Anak (PPA) Satreskrim Polres Pamekasan melakukan serangkaian pemeriksaan. Ibu dan korban dimintai keterangan oleh penyidik, Selasa (12/8/2025).
“Pemeriksaan biasa dari saksi-saksi, saya sampaikan semuanya. Bahwa anak saya pernah mengaku sakit usai pemukulan itu sampai dia tidak masuk sekolah dan trauma,” ungkapnya.
Awalnya, dia tidak tahu menahu perihal kejadian pemukulan yang menimpa anaknya itu. Sebab, anaknya diduga diintimidasi oleh pihak sekolah untuk tidak menceritakan kejadian tersebut.
Namun, pada Jumat (8/8/2025) dia mendapatkan video pemukulan tersebut dari temannya. Dengan demikian, pihak keluarga bertekad melapor ke Mapolres Pamekasan.
“Tanpa pikir panjang saya langsung lapor kesini (Polres Pamekasan),” tegas ibu korban.
Dia mengaku tidak ada mediasi secara langsung oleh pihak SMPN 2 Pademawu Pamekasan. Hanya saja, setelah kasus tersebut viral, ada ruang mediasi.
Tapi, dia tidak berkenan damai agar ada efek jera kepada terlapor sehingga tidak ada lagi anak-anak lain yang memiliki nasib yang sama dengan S.
Alasan lain dia tidak mau damai dikarenakan kejadian perndungan itu tidak hanya satu atau dua kali menimpa S.
Hanya saja, pemukulan yang terjadi pada Selasa (15/7/2025) itu terekam dan tersebar di seluruh platform media sosial.
“Iya, sebelum-sebelumnya P itu pernah mengintimidasi anak saya,” ucapnya.
Dia berharap, ada efek jera bagi pelaku agar tidak melakukan hal serupa. Dia juga sudah mempercayakan kasus tersebut kepada pihak kepolisian.
“Biar polisi yang bekerja sebagaimana tugasnya. Kami percaya kepada beliau-beliau,” katanya.
Plt Kepala SMPN 2 Pademawu Pamekasan Suharyono mengatakan, pihaknya menghargai dan menunggu proses hukum yang sedang berjalan.
Murid yang berhadapan dengan hukum tetap mengikuti proses kegiatan pembelajaran di sekolah.
Dia juga menyangkal perihal guru BK SMPN 2 Pademawu yang diduga menghalangi korban melapor kepada keluarganya.
“Tidak ada ucapan uang seperti itu, bahkan komunikasi antara guru BK dan orang tua korban setelah kejadian itu tetap berlangsung,” tegasnya. (enk/nda)